METRO – LSM JATI (Jaringan Transparansi Kebijakan Indonesia) Provinsi Lampung secara resmi melayangkan surat kepada Dinas Perhubungan Kota Metro. Surat tersebut menyoroti pengelolaan anggaran tahun 2024 yang diduga mengandung indikasi kelemahan pengawasan, khususnya dalam pengadaan melalui sistem e-purchasing dan metode pengadaan langsung.
Koordinator LSM JATI Provinsi Lampung, Ubai, menyatakan bahwa temuan ini didasarkan pada analisis mendetail terhadap realisasi anggaran Dinas Perhubungan Kota Metro. “Kami mendapati sejumlah titik kritis yang mengindikasikan potensi inefisiensi dan lemahnya pengawasan,” ujar Ubai dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (22/10/2025).
⚖️ Dasar Hukum yang Disampaikan LSM JATI
Dalam suratnya, LSM JATI tidak hanya memaparkan temuan data tetapi juga menyertakan dasar hukum yang melandasi keprihatinan mereka:
Pelanggaran terhadap Prinsip Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
LSM JATI menilai, meskipun e-purchasing merupakan metode yang sah, pelaksanaannya harus tetap mematuhi prinsip dasar yang diamanatkan oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ). Pasal 4 Perpres ini menekankan bahwa seluruh proses pengadaan harus dilaksanakan dengan berdasarkan asas efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel . Setiap penyimpangan dari asas ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap regulasi tertinggi di bidang pengadaan pemerintah.
Kelemahan Sistemik dalam Pelaksanaan E-Purchasing
Hasil penelitian yang dirujuk LSM JATI menunjukkan bahwa sistem e-purchasing seperti e-order memiliki kelemahan, salah satunya adalah kurangnya sosialisasi dan pemahaman bagi para pelaku . Kelemahan dalam komunikasi dan implementasi kebijakan ini berpotensi menciptakan celah dimana proses pengadaan tidak berjalan secara optimal dan tidak mencapai nilai uang (value for money) yang semestinya.
Komunikasi dan Koordinasi yang Belum Optimal
Sebuah kajian kebijakan yang dikutip LSM JATI juga menyoroti bahwa komunikasi, koordinasi, dan kerja sama antar institusi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah seringkali masih belum berjalan optimal . Lemahnya koordinasi ini dapat melemahkan sistem pengendalian intern, yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah . Kelemahan pengendalian intern meningkatkan risiko terjadinya penyimpangan.
🔍 Temuan Kritis dalam Data Anggaran
Berdasarkan 150 item data yang dianalisis, LSM JATI mengidentifikasi beberapa pola yang mengkhawatirkan:
Penggunaan Metode “Dikecualikan” untuk Belanja Bernilai Besar: Beberapa pos belanja, seperti Belanja Bahan Cetak senilai Rp 75.000.000 dan Belanja Jasa Listrik senilai Rp 7,7 miliar, dilakukan dengan metode “Dikecualikan” dari proses e-purchasing atau tender. Meski diatur dalam Perpres, penggunaan metode ini untuk nilai yang sangat besar dinilai rentan terhadap praktik tidak transparan.
Pola Pemecahan Paket Pengadaan: Terdapat sejumlah pengadaan untuk pekerjaan terkait, seperti paket Pembangunan Gudang PJU dan Pengecatan Marka Jalan, yang dilakukan secara terpisah dengan metode Pengadaan Langsung. Pola ini menimbulkan pertanyaan mengenai kemungkinan pemecahan paket (split/breakdown of contracts) untuk menghindari metode tender yang lebih kompetitif.
📜 Tuntutan dan Rencana Tindak Lanjut
LSM JATI meminta Dinas Perhubungan Kota Metro untuk memberikan klarifikasi dan dokumen pendukung atas seluruh temuan tersebut dalam waktu 7 hari kerja. Jika tidak diindahkan, LSM JATI akan mengeskalasi masalah ini dengan melakukan aksi damai, konferensi pers, dan pelaporan resmi kepada lembaga pengawas seperti Inspektorat Daerah, Ombudsman, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Dengan langkah ini, kami berharap dapat mendorong tata kelola keuangan daerah yang lebih bersih, transparan, dan akuntabel di Kota Metro,” pungkas Ubai.