PRINGSEWU || LAMPUNG—Kebijakan Pemerintah Kabupaten Pringsewu di bawah kepemimpinan Bupati Riyanto Pamungkas kini tengah berada di bawah sorotan tajam publik. Bukan hanya soal efisiensi anggaran, melainkan dugaan praktik korupsi terstruktur yang mengancam integritas tata kelola pemerintahan daerah. Isu yang berembus kencang adalah adanya pungutan liar (fee) proyek dari setiap dinas yang angkanya disinyalir sangat fantastis, mencapai 20 persen dari nilai setiap pekerjaanSENEN, 27 oktober 2025.
Informasi yang dihimpun media ini mengindikasikan bahwa praktik “potongan wajib” ini telah menjadi rahasia umum di kalangan rekanan dan dinas.
Jika benar fee proyek dipatok hingga 20%, ini berarti seperlima dari setiap rupiah anggaran pembangunan yang seharusnya dinikmati masyarakat Pringsewu telah menguap ke kantong-kantong pribadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dugaan pemborosan anggaran ini diperparah dengan pola yang terstruktur. Praktik ini bukan sekadar insidental, melainkan terorganisir rapi, seolah-olah menjadi biaya tak tertulis yang harus dipenuhi untuk memuluskan proses proyek.
“Data yang kami peroleh mengindikasikan bahwa praktik ini terstruktur,” ungkap sumber internal.
Skema ini menciptakan kekhawatiran serius bahwa proyek-proyek yang seharusnya berkualitas tinggi demi kepentingan publik justru menjadi sasaran empuk untuk “bancakan” oknum-oknum bermental korup.
Intensitas praktik ini semakin diperkuat dengan adanya keterlibatan oknum yang secara terang-terangan mengklaim sebagai “suruhan Bupati Pringsewu” dalam menjalankan aksi meminta dan menarik setoran dari setiap pekerjaan proyek.
Keberadaan oknum yang berlindung di balik nama pucuk pimpinan daerah ini menciptakan atmosfer ketakutan sekaligus tanda tanya besar: Seberapa jauh rantai praktik gelap ini merembet ke atas? Klaim oknum tersebut bukan hanya soal pungli biasa, tetapi sebuah indikasi dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang serius, di mana nama jabatan tertinggi digunakan sebagai legitimasi untuk merampok uang rakyat.
Jika klaim oknum suruhan ini benar, maka ini adalah alarm bahaya bagi komitmen pemberantasan korupsi yang sering digaungkan. Masyarakat berhak mempertanyakan, apakah kebijakan yang dikeluarkan hanya kosmetik belaka untuk menutupi borok di bawah karpet?
“Kegagalan untuk membersihkan praktik kotor ini akan meninggalkan warisan pahit bagi Pringsewu. Proyek pembangunan yang cacat moral, anggaran yang tergerus habis, dan hilangnya harapan publik terhadap pemerintahan yang bersih,” Tegas Hayat Ketua Aswin Pringsewu.
(Hayat)







































