Aceh Timur — Pemerintah Kabupaten Aceh Timur memediasi pertemuan antara masyarakat Desa Seumeunah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, dan Desa Jambo Reuhat, Kecamatan Banda Alam, dengan pihak PT. Parama Agro Sejahtera (PAS) terkait sengketa lahan yang diduga berada dalam kawasan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut. Pertemuan berlangsung pada Senin, 20 Oktober 2025, dan turut dihadiri oleh jajaran pemerintah daerah, perwakilan legislatif, serta sejumlah perwakilan masyarakat.
Audiensi ini merupakan tindak lanjut dari aksi unjuk rasa yang sebelumnya dilakukan warga kedua desa di pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, untuk menyuarakan keresahan mereka atas kepemilikan lahan oleh perusahaan perkebunan sawit yang mereka nilai bermasalah.
Wakil Bupati Aceh Timur, T. Zainal Abidin, S.Pd.I., M.H., dalam pernyataannya menekankan pentingnya penyelesaian persoalan agraria tersebut secara objektif dan berdasarkan data yang sah. Ia meminta agar semua pihak menahan diri dan tidak membuat klaim sepihak yang tidak berdasar hukum.
“Terkait lahan yang digarap masyarakat dan diduga masuk wilayah HGU PT. Parama Agro Sejahtera, kita harus berbicara berdasarkan fakta. Tidak mungkin masyarakat berani menggarap lahan jika tidak benar-benar ada sejarah pemanfaatannya di masa lalu. Artinya, perusahaan juga harus terbuka terhadap realita di lapangan,” ujar Wakil Bupati dalam forum tersebut.
Ia menambahkan bahwa berdasarkan informasi awal yang diterimanya, lahan yang tengah dipersoalkan telah digunakan warga untuk berkebun sejak puluhan tahun silam. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar bila lahan tersebut kini dipersengketakan sebagai milik perusahaan.
“Saya kira persoalan lahan seperti ini kompleks, tidak bisa diselesaikan dengan tergesa-gesa. Sebab itu, kami akan lakukan pendalaman menyeluruh dengan melibatkan semua pihak, termasuk instansi teknis seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN),” imbuhnya.
Keresahan paling tajam disampaikan oleh warga Desa Jambo Reuhat yang mempertanyakan asal-usul hak atas tanah yang kini diklaim perusahaan. Salah seorang perwakilan masyarakat mempertanyakan transparansi dan kejelasan status legalitas lahan tersebut.
“Saya sudah tinggal di sini lebih dari 40 tahun, bertani di lahan itu tanpa pernah diberitahu siapa pemiliknya. Tiba-tiba, perusahaan muncul dengan dokumen lengkap. Kita bingung, tanah yang dikelola selama ini kok bisa tiba-tiba berubah status haknya,” ujar seorang warga dalam forum audiensi.
Menanggapi hal itu, Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al Farlaky, S.H.I., M.Si., meminta kepada masyarakat yang merasa memiliki dasar hukum atas lahan tersebut untuk memberikan salinan dokumen kepada pemerintah kabupaten agar segera dilakukan proses verifikasi.
“Kalau memang warga punya dokumen atau bukti sah, silakan serahkan kepada pemerintah. Nanti akan kami cocokkan dengan data yang dimiliki BPN dan dinas terkait. Untuk sementara waktu, saya tegaskan, baik perusahaan maupun masyarakat tidak diperbolehkan melakukan aktivitas apa pun di atas lahan yang disengketakan hingga permasalahan benar-benar tuntas,” tegas Bupati.
Ketua DPRK Aceh Timur, Musaitir, S.E., atau yang akrab disapa Pang Gojo, juga menyampaikan bahwa lembaganya telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki kasus tersebut. Panitia ini, menurutnya, bertugas menggali informasi, mewawancarai para pihak, serta memverifikasi legalitas kepemilikan lahan yang disengketakan.
“Panitia Khusus DPRK sedang bekerja. Hasilnya nanti akan kami laporkan secara resmi kepada Forkopimda Aceh Timur agar langkah-langkah kebijakan diambil berdasarkan temuan lapangan, bukan asumsi,” kata Musaitir.
Sementara dari pihak perusahaan, T. Syahmi Johan yang hadir sebagai perwakilan PT. Parama Agro Sejahtera, menyatakan bahwa perusahaan hadir di Aceh Timur dengan niat membangun dan membawa dampak ekonomi positif bagi masyarakat. Ia menyebut, perusahaan yang dipimpinnya merupakan entitas milik putra daerah yang mulai beroperasi sejak 2023.
“Kami hadir dengan niat baik. PT. Parama Agro Sejahtera adalah perusahaan kelapa sawit yang ingin berkembang di tanah kelahiran sendiri. Tentu kami sangat berharap bisa diterima oleh masyarakat dan bisa berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi daerah,” ujarnya.
Audiensi yang berlangsung dalam suasana terbuka itu kemudian menghasilkan kesepakatan awal, bahwa Pemerintah Kabupaten Aceh Timur akan segera membentuk tim verifikasi terpadu. Tim ini bakal melibatkan unsur pemerintah kecamatan, Dinas Perkebunan, BPN, perwakilan masyarakat, dan pihak perusahaan. Tujuannya untuk memastikan status kepemilikan lahan dan mencari solusi yang adil bagi seluruh pihak.
Langkah ini diharapkan dapat meredam ketegangan dan mencegah konflik horizontal di lapangan. Pemerintah juga menegaskan komitmennya untuk bersikap netral dan berpihak pada kebenaran hukum dalam menyelesaikan problem agraria yang kerap kali muncul di wilayah perkebunan kelapa sawit di Aceh Timur.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut persoalan fundamental antara hak masyarakat adat dan penguasaan lahan oleh perusahaan swasta, isu yang kerap kali muncul seiring ekspansi industri di wilayah Aceh. Pemerintah daerah diharapkan mampu menjadi penengah yang adil dan mengedepankan kepentingan masyarakat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum. (*)