BANDAR LAMPUNG – LSM Jaringan Transparansi Kebijakan Indonesia (JATI) Provinsi Lampung menyoroti sejumlah kejanggalan dalam realisasi anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2024. Lembaga tersebut menduga adanya pelanggaran prosedur dalam pengadaan barang dan jasa, khususnya melalui metode e-purchasing dan penunjukan langsung.
Koordinator LSM JATI Provinsi Lampung, Ubai Abdillah, menyatakan bahwa temuan ini berdasarkan analisis mendalam terhadap lebih dari 300 item pengeluaran yang tercatat dalam sistem. “Pengadaan melalui sistem e-purchasing di BPKAD Provinsi Lampung diduga telah melanggar beberapa peraturan yang berlaku,” tegas Ubai dalam pernyataannya, Rabu (22/10/2024).
Dugaan Pelanggaran dan Dasar Hukum :
Dalam analisisnya, LSM JATI mengidentifikasi beberapa indikasi pelanggaran yang berpotensi merugikan keuangan daerah:
Penggunaan Metode E-Purchasing yang Tidak Sesuai Ketentuan
Metode e-purchasing seharusnya digunakan untuk pembelian barang/jasa yang bersifat standar dan nilainya tidak terlalu besar melalui katalog elektronik . Namun, LSM JATI menemukan penggunaan metode ini untuk paket dengan nilai sangat tinggi, seperti:
Belanja Jasa Tenaga Ahli senilai Rp 700.000.000 (Nomor 151)
Belanja Modal Personal Computer senilai Rp 227.416.000 (Nomor 301)
Belanja Sewa Hotel senilai Rp 285.000.000 (Nomor 100)
Dasar Hukum: Pelaksanaan e-purchasing mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Penggunaan metode ini untuk pekerjaan yang kompleks dan bernilai besar dinilai tidak memenuhi prinsip efisiensi dan kompetisi yang diamanatkan peraturan tersebut .
Dominasi Pengadaan Langsung dan Penunjukan Langsung yang Berpotensi Menyimpang
Sebanyak 64 paket pengadaan dilakukan melalui Penunjukan Langsung, termasuk untuk pekerjaan yang nilainya signifikan, seperti:
Belanja Jasa Konsultansi berbagai paket senilai Rp 99 – 100 juta (Nomor 213, 215, 216)
Perawatan Server dan Upgrade Sistem Informasi dengan nilai mendekati Rp 100 juta (Nomor 77, 78, 80, 81)
Dasar Hukum: Perpres 12/2021 secara ketat mengatur syarat dan kondisi untuk Penunjukan Langsung, terutama untuk mencegah fragmentasi/pemecahan paket agar nilai kontrak tetap di bawah batas tertentu dan menghindari proses tender . Pola ini merupakan modus klasik untuk menghindari pengawasan.
Polanya Pengulangan dan Fragmentasi yang Mengkhawatirkan
Terdapat pola pengeluaran berulang untuk jenis belanja yang sama dengan nilai yang seringkali mirip, seperti puluhan paket Belanja Alat Tulis Kantor dan Bahan Cetak dengan nilai bervariasi. Pola ini menimbulkan pertanyaan mengenai efisiensi perencanaan dan indikasi pemecahan paket (fragmentasi).
Dasar Hukum: Tindakan pemecahan paket secara sengaja untuk menghindari proses lelang yang lebih kompetitif bertentangan dengan prinsip efisiensi anggaran dan transparansi dalam Perpres 12/2021 .
📊 Data Pengadaan yang Disorot
Berikut adalah beberapa paket pengadaan yang menjadi perhatian LSM JATI:
Nomor Nama Paket Nilai (Rp) Metode Keterangan
151 Belanja Jasa Tenaga Ahli 700.000.000 Penunjukan Langsung Nilai sangat tinggi untuk penunjukan langsung
100 Belanja Sewa Hotel 285.000.000 Penunjukan Langsung –
113, 114, 115, 116, 117 Belanja Modal Komputer Unit Lainnya 641.336.000 (total) E-Purchasing Pengadaan serupa dipecah dalam beberapa paket
26, 97 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 208.680.000 (masing-masing) Pengadaan Langsung Nilai sama dan dilakukan terpisah
77, 78, 80, 81 Perawatan & Upgrade Sistem IT 390.639.000 (total) Penunjukan Langsung Nilai setiap paket mendekati batas 100 juta
Tuntutan dan Rencana Tindak Lanjut :
Menanggapi temuan ini, LSM JATI Provinsi Lampung akan segera melayangkan surat kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Lampung. Mereka mendesak agar BPK segera melakukan audit ulang secara mendalam terhadap pengelolaan anggaran BPKAD Provinsi Lampung Tahun 2024.
“Kami akan mendesak BPK RI Wilayah Lampung untuk segera mengaudit kembali seluruh proses dan realisasi anggaran ini. Kami juga siap menyampaikan temuan ini kepada Kejaksaan Tinggi Lampung dan KPK jika diperlukan,” pungkas Ubai Abdillah.
(Hayat)