Aceh Tenggara — Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara melakukan pemusnahan sejumlah barang bukti perkara yang telah inkrah pada Senin, 24 November 2025. Namun, kegiatan yang seharusnya menjadi momentum akuntabilitas institusi penegak hukum tersebut justru dilakukan secara tertutup, tanpa pelibatan media massa dan publik.
Barang bukti yang dimusnahkan, salah satunya adalah narkotika golongan I jenis sabu dengan total perkiraan berat mencapai lebih dari 1 kilogram. Besarnya nilai serta potensi bahaya dari barang haram tersebut semestinya diikuti dengan pelaksanaan pemusnahan secara transparan—di hadapan publik serta media—demi menjamin bahwa proses berlangsung sebagaimana mestinya, tanpa manipulasi atau rekayasa.
Langkah kejaksaan yang memilih tidak mempublikasikan kegiatan ini memantik pertanyaan luas dari berbagai pihak, termasuk dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Aceh Tenggara. Salah satu aktivisnya, Adrian Plis, menyampaikan kekecewaan dan kecurigaan atas cara pemusnahan barang bukti yang dianggap tidak terbuka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Lebih dari satu kilogram sabu itu bukan barang bukti kecil. Itu jumlah yang besar untuk tingkat kabupaten. Pemusnahan seharusnya dilakukan terbuka dan diketahui oleh media agar tidak menimbulkan spekulasi di masyarakat,” ujar Adrian kepada wartawan, Selasa (25/11/2025).
Ia menilai langkah tertutup itu justru membuka ruang kecurigaan publik mengenai keaslian barang bukti yang dimusnahkan. Menurutnya, bukan hal asing jika ada dugaan manipulasi barang bukti oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab, apalagi jika menyangkut narkotika yang memiliki nilai jual tinggi di pasar gelap.
“Sudah banyak kasus di berbagai daerah yang melibatkan manipulasi barang bukti, khususnya narkoba jenis sabu. Ini bukan tuduhan, tapi kekhawatiran yang wajar karena sabu bernilai fantastis dan acap kali jadi ladang permainan oknum tertentu dalam penegakan hukum,” kata Adrian menambahkan.
Adrian menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin mencederai institusi kejaksaan. Namun, dia mengingatkan bahwa pembuktian integritas hukum di mata masyarakat hanya bisa dilakukan bila prosesnya berlangsung transparan dan dapat dikonfirmasi publik, termasuk melalui pemberitaan media. GMNI Aceh Tenggara, kata dia, berharap kasus ini menjadi pelajaran agar ke depan seluruh pemusnahan barang bukti, khususnya narkotika, dilakukan secara terbuka dan terpublikasi oleh berbagai saluran informasi.
“Kami berharap barang bukti yang dimusnahkan hari ini benar-benar asli dan bukan barang rekayasa. Untuk langkah ke depan, kami mendesak Kejari Aceh Tenggara menjalankan proses hukum secara transparan dan terbuka kepada publik,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara, Mohammad Purnomo Satriadi, yang coba dikonfirmasi wartawan melalui pesan WhatsApp, belum memberikan tanggapan.
Publik kini menanti klarifikasi langsung dari Kejaksaan mengenai alasan di balik pelaksanaan pemusnahan yang terkesan tertutup. Keterbukaan informasi publik dalam proses penegakan hukum bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk tanggung jawab lembaga terhadap kepercayaan masyarakat yang semakin kritis.
Laporan : Salihan Beruh







































