KUTACANE – Pekerjaan infrastruktur jalan rabat beton di Desa Seri Muda, Kecamatan Darul Hasanah, Aceh Tenggara, mulai mengundang tanda tanya besar dari publik. Proyek yang seharusnya menopang mobilitas dan aktivitas warga itu, kini justru menjadi simbol kecurigaan dan potensi pemborosan anggaran negara.
Proyek sepanjang 143 meter dengan lebar 3 meter ini dibiayai dari Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2024 sebesar Rp144 juta. Namun belum lama selesai, sejumlah titik pada rabat beton sudah mengalami kerusakan yang kasat mata: retakan memanjang, permukaan yang mengelupas, hingga bagian pinggir yang runtuh seolah dikerjakan tanpa perhitungan matang.
Tim media yang meninjau langsung ke lapangan pada Minggu, 27 Juli 2025, menemukan indikasi bahwa proyek tersebut dikerjakan tanpa memperhatikan standar teknis yang seharusnya melekat pada pekerjaan infrastruktur dasar. Beberapa warga yang ditemui di lokasi bahkan mengaku heran mengapa jalan yang baru saja selesai sudah mulai rusak. “Kami lihat pengerjaannya cepat sekali, seperti dikejar waktu. Tapi hasilnya begini,” ujar seorang warga yang meminta identitasnya disamarkan.
Ketika dimintai konfirmasi, Kepala Desa Seri Muda enggan merespons. Upaya konfirmasi lewat panggilan telepon WhatsApp pada Minggu, 29 Juli 2025, tidak diindahkan. Hingga berita ini diturunkan pada Jumat, 1 Agustus 2025, sang kepala desa tetap memilih bungkam.
Sikap diam ini bukannya meredakan kecurigaan, melainkan justru memperkuat dugaan publik bahwa ada yang tidak beres dengan proses pelaksanaan proyek. Apakah ada permainan kualitas bahan? Apakah proyek ini dikerjakan hanya untuk menggugurkan kewajiban anggaran tanpa evaluasi mutu? Atau lebih jauh, apakah ada aktor-aktor yang menikmati proyek ini tanpa mengindahkan dampaknya bagi warga?
Di tengah meningkatnya sorotan atas efektivitas Dana Desa di berbagai wilayah, kasus seperti di Seri Muda ini harusnya menjadi perhatian serius bagi aparat pengawasan. Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Inspektorat, hingga Kejaksaan Negeri setempat didesak untuk turun tangan dan memeriksa dokumen pelaksanaan proyek, termasuk spesifikasi teknis dan kontrak kerja.
Karena Dana Desa bukan milik kepala desa. Ia adalah uang negara, uang rakyat, yang dititipkan untuk membangun dari bawah. Jika penggunaannya dicederai oleh praktik asal-asalan—apalagi jika disusupi motif keuntungan pribadi—maka penindakan hukum harus ditegakkan, bukan diredam.
Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara pun tak bisa tutup mata. Penegakan tata kelola pemerintahan desa yang bersih dan akuntabel dimulai dari hal-hal konkret seperti ini. Masyarakat Desa Seri Muda berhak atas infrastruktur yang layak, bukan proyek tambal sulam yang menjadi ajang “bagi-bagi kue.”
Kini, publik menanti bukan hanya perbaikan rabat beton yang rusak. Lebih penting lagi, mereka menanti kejujuran dan keberanian dari para pemangku jabatan di desa. Karena diam, dalam perkara seperti ini, bisa saja berarti: turut serta. ( Salihan Beruh)