KUTACANE, WASPADA INDONESIA | Ruang paripurna DPRK Aceh Tenggara, Rabu, 13 Agustus 2025, menjadi panggung kritik tajam terhadap kebijakan yang dianggap melemahkan sendi ekonomi rakyat. M. Rafi Sekedang, Ketua Fraksi Selayakh, berdiri tegak di mimbar, melontarkan seruan lantang yang menggetarkan kursi kekuasaan. Ia menuding menjamurnya jaringan ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart sebagai penyebab tergerusnya napas usaha kecil milik warga lokal.
Dalam rapat yang membahas rancangan qanun RPJMK 2025–2029, pertanggungjawaban pelaksanaan APBK 2024, serta rancangan qanun kepemudaan 2025, Rafi menyebut dominasi ritel raksasa itu telah menurunkan daya beli masyarakat terhadap produk lokal dan memutus perputaran uang di tangan rakyat. “Untuk memikirkan rakyat Aceh Tenggara, kami minta Bupati segera mengevaluasi izin usaha Indomaret dan Alfamart yang diberikan, agar usaha kecil dan perekonomian masyarakat meningkat,” tegasnya, menatap barisan pejabat eksekutif.
Namun kritik Rafi tak berhenti di ranah perdagangan. Ia juga menyinggung keterlambatan pembayaran tulah perangkat kute (desa) selama lima bulan, yang menurutnya telah melumpuhkan roda pemerintahan desa. Perangkat kute yang tak menerima haknya terpaksa mengurangi pelayanan, dan imbasnya langsung dirasakan oleh masyarakat. “Terlambatnya pembayaran ini membuat roda pemerintahan kute tersendat, dan rakyat yang jadi korban,” ujarnya, menutup intervensinya di tengah sidang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Desakan Fraksi Selayakh itu menyoroti dua masalah besar yang membelit Aceh Tenggara: cengkeraman pasar oleh ritel modern yang menekan usaha kecil, dan macetnya hak aparatur desa yang memukul tata kelola pemerintahan di tingkat akar rumput. Kata-kata Rafi memaksa ruang sidang untuk menatap masalah yang selama ini mungkin dibiarkan mengendap, sementara di luar gedung, warung-warung kecil dan balai-balai desa terus menunggu kepastian yang tak kunjung tiba.
Laporan: Salihan Beruh