Intan Jaya, Papua Tengah — Ada yang tidak biasa di ujung pekan distrik Homeyo, Kabupaten Intan Jaya, Sabtu (25/10/2025). Dua kampung terpencil, Ogeapa dan Ngagemba, mendadak ‘bersaing’ dengan cara yang tak lazim. Bukannya mempertentangkan batas tanah atau hasil bumi, warga kedua kampung justru saling berebut kesempatan menjadi tuan rumah penempatan Satgas Pamtas RI-PNG Mobile Yonif 113/Jaya Sakti, Pos TK Maya.
Kunjungan Satgas Jaya Sakti di titik ini bukan sekadar operasi rotasi pasukan atau patroli rutin. Mereka hadir sebagai simbol harapan — kehadiran negara dalam wujud paling nyata di wilayah yang selama bertahun-tahun merindukan jaminan keamanan, kepastian hidup, dan penyambung tangan pembangunan. Tidak mengherankan jika dua kampung tersebut justru memperlakukan kedatangan Satgas seperti menerima tamu kehormatan. Bahkan, ketegangan sempat muncul dalam bentuk adu argumen antara perwakilan warga, karena masing-masing berkeras ingin menjadi lokasi tempat tinggal dan aktivitas utama personel Satgas.
“Ini bukan perselisihan. Ini bukti cinta kami kepada bapak-bapak tentara,” ujar D.M. (32), Kepala Kampung Ogeapa. Ia dengan lugas menyatakan harapannya agar Satgas difokuskan di wilayahnya. Dengan nada penuh semangat dan haru, ia menambahkan, “Kami ingin mereka hadir bukan seminggu atau sebulan, tapi tinggal, menjaga kami, dan menjadi bagian dari keluarga besar kami. Di sini masih banyak anak-anak dan keluarga yang takut berjalan jauh karena kondisi keamanan yang belum stabil.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sikap serupa juga ditunjukkan oleh warga Kampung Ngagemba. Kepala kampung mereka, T.T., menyatakan dengan penuh harapan, bahwa penempatan Satgas di wilayahnya akan membantu menciptakan ketenangan dan membuka jalan bagi program pembangunan. “Satgas bukan hanya pemegang senjata, mereka sekarang jadi penggerak pembangunan. Kalau mereka tinggal di kampung kami, anak-anak kami akan berani sekolah, ladang bisa digarap dengan tenang, dan kampung bisa membuka diri ke dunia luar,” tegas T.T.
Kondisi yang hangat dan penuh antusiasme ini ditanggapi secara dewasa, terbuka, dan bijak oleh Satgas Pamtas Yonif 113/JS TK Maya. Komandan Pos, Kapten Inf M.F.M., tidak menanggapi dengan memenangkan salah satu dari dua pihak, melainkan memilih mengambil sikap strategis: membangun pos di titik tengah antara dua kampung. Bukan tanpa alasan. Selain guna menghadirkan keadilan, keputusan ini juga bertujuan mencegah potensi gesekan lanjutan antarwarga, yang pada dasarnya sama-sama dilandasi niat baik.
“Kehadiran kami bukan untuk berpihak. Kami hadir sebagai penjaga keamanan, pelayan masyarakat, dan mitra pembangunan. Kami memilih berada di titik tengah kedua kampung agar semua warga bisa merasakan manfaat kehadiran Satgas secara bersama-sama,” ujar Kapten Inf M.F.M., dengan tegas namun bersahaja.
Ia juga menambahkan bahwa Satgas berkomitmen menjalankan tugas secara netral, profesional, serta menjalin hubungan harmonis dengan seluruh lapisan masyarakat. Dalam penjelasan resminya, Kapten Farid menekankan bahwa keberadaan Satgas di daerah ini adalah untuk memperkuat keamanan dan menjembatani harapan rakyat dengan perhatian negara.
Lebih dari sekadar penjaga perbatasan, para prajurit Jaya Sakti kini menjelma menjadi simbol kehadiran negara di titik-titik terjauh Nusantara. Dulu, mereka hanya membawa logistik, kini mereka ikut membawa kehangatan, keyakinan, dan harapan.
Kisah dua kampung yang berebut tentara ini bisa jadi terdengar ironis di wilayah lain, tetapi di Intan Jaya, ini adalah cerminan ketulusan rakyat yang sudah terlalu lama menunggu jaminan perlindungan. Mereka bukan mencari bantuan semata, mereka mencari kehadiran dan kepastian. Karena di negeri ini — dalam kondisi Papua yang masih diwarnai tantangan keamanan dan pembangunan — sering kali satu-satunya bukti negara hadir adalah ketika seragam loreng singgah di pintu kampung.
Intan Jaya kembali menjadi saksi bahwa ketika masyarakat melihat TNI dengan cinta, maka kehadiran pasukan bukan menakutkan, melainkan menenteramkan. Ketika keamanan hadir bersama senyum, dan profesionalisme berjalan seiring empati, masyarakat pun tak ragu menerima Tentara Nasional Indonesia sebagai bagian dari keluarga.
Dan bagi Satgas Yonif 113/Jaya Sakti, inilah bentuk kemenangan yang sebenarnya — bukan pada medan perang, tapi di hati rakyat.
Laporan: Salihan Beruh






































