Ketika Laporan Kekayaan Pejabat Diabaikan, Akankah Integritas Juga Ditinggalkan?
Tulang Bawang Barat – Keterlambatan dalam pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) oleh seorang pejabat publik bukanlah sekedar pelanggaran administratif. Ia adalah sebuah peringatan dini akan retaknya komitmen terhadap integritas, transparansi, dan akuntabilitas—nilai-nilai yang menjadi fondasi dalam tata kelola pemerintahan yang bersih.
Temuan LSM Triga Nusantara Indonesia DPC Tulang Bawang Barat terhadap belum adanya publikasi resmi LHKPN Tahun Pelaporan 2024 dari Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata, Apriansyah, membuka kembali diskursus lama: sejauh mana keseriusan para pejabat publik dalam mematuhi kewajiban moral dan hukum mereka?
Laporan yang Tertunda, Kepercayaan yang Terkikis
Menurut ketentuan KPK RI, batas akhir pelaporan LHKPN tahun 2024 adalah 11 April 2025. Namun hingga 23 Juni 2025, tidak ada tanda-tanda bahwa laporan tersebut telah diumumkan kepada publik. Apakah ini kelalaian? Ataukah bentuk ketidak sungguhan? Lebih dari itu, publik berhak mencurigai: ada apa di balik keterlambatan ini?
Sebagai pejabat yang mengelola anggaran dan berhubungan dengan sektor pemuda, olahraga, serta pariwisata—tiga sektor strategis yang rentan disusupi praktik korupsi berkedok kegiatan—seharusnya pelaporan kekayaan menjadi prioritas, bukan beban administratif yang bisa ditunda.
Keteladanan Dimulai dari Kepatuhan
Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 secara tegas menyebutkan bahwa penyelenggara negara wajib menyampaikan LHKPN secara berkala, terbuka, dan dapat diakses publik. Ketika kewajiban formal seperti ini saja dilalaikan, bagaimana mungkin publik mempercayai bahwa integritas dijunjung tinggi dalam pengelolaan anggaran dan kebijakan?
Ironisnya, ketidaktepatan pelaporan LHKPN ini tidak hanya menunjukkan lemahnya komitmen pribadi, tetapi juga mengindikasikan adanya celah dalam sistem pengawasan internal pemerintah daerah. Di mana posisi Inspektorat? Di mana ketegasan Kepala Daerah?
Transparansi Tidak Boleh Ditunda
Kita harus menolak normalisasi terhadap praktik “kelalaian administratif” oleh pejabat publik. LHKPN bukan sekadar daftar aset, melainkan cermin integritas seorang pejabat. Jika laporan kekayaan saja tidak disampaikan tepat waktu, bagaimana dengan pertanggungjawaban anggaran rakyat?
Desakan dari LSM Triga Nusantara Indonesia untuk memanggil, memeriksa, dan memberi sanksi kepada pejabat yang abaikan adalah bentuk perlawanan sipil terhadap ketidakpatuhan. Publik harus mendukung langkah ini, bukan hanya demi satu kasus, tetapi demi menjaga semangat reformasi birokrasi yang terus diuji oleh arogansi dan kelalaian struktural.
Jangan Abaikan Tanda Bahaya
Keterlambatan LHKPN adalah sinyal bahaya. Jangan sampai kita baru bertindak setelah kerugian negara terjadi, setelah publikasi audit BPK mencatat temuan, atau setelah aparat penegak hukum masuk untuk menyidik.
Integritas tidak bisa ditunda. Transparansi bukan sekadar jargon. Dan pejabat publik, sepantasnya menjadi teladan, bukan pengecualian.