KUTACANE – Dugaan praktik “tangkap-lepas” terhadap seorang bandar narkoba berinisial AW oleh oknum anggota Satuan Reserse Narkoba Polres Aceh Tenggara menuai reaksi keras dari Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA). Mereka mendesak Kapolda Aceh untuk turun tangan langsung mengusut tuntas peristiwa yang disebut-sebut terjadi di Medan, Sumatera Utara, tersebut.
Bupati LSM LIRA Aceh Tenggara, Fazriansyah, dalam keterangannya pada Minggu, 19 Oktober 2025, menyampaikan bahwa dugaan pelepasan tersangka narkoba tanpa proses hukum yang jelas tidak hanya melanggar hukum positif, tetapi juga merusak integritas institusi Polri. Ia menilai ada indikasi penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran etika profesional yang harus segera ditindak.
“Jika memang benar terjadi pelepasan tanpa dasar hukum yang sah, maka pelakunya bisa dijerat Pasal 421 KUHP. Itu bentuk nyata penyalahgunaan kekuasaan,” tegas Fazriansyah.
Pasal 421 KUHP mengatur tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat yang menggunakan jabatannya untuk mengambil keputusan atau tindakan yang merugikan orang lain secara melawan hukum. Tak hanya itu, ia juga menyinggung ketentuan dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengamanatkan profesionalisme dan integritas sebagai pilar utama dalam menjalankan tugas penegakan hukum.
Menurutnya, jika dugaan tersebut dibiarkan, maka keberadaan aparat penegak hukum dalam pemberantasan narkoba justru menjadi ironi. Di satu sisi, negara sedang gencar menabuh genderang perang terhadap narkotika, tapi di sisi lain, justru ada aparat yang diduga bermain di balik layar.
“Ini bukan saja soal hukum dan peraturan perundang-undangan, tetapi soal moral negara. Tidak mungkin pemberantasan narkoba berhasil bila justru dijegal oleh oknum dari dalam,” ujarnya.
LSM LIRA secara tegas mendesak agar Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) serta Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Aceh segera membentuk tim khusus untuk mengusut siapa saja yang terlibat, mulai dari melakukan penangkapan hingga dugaan pelepasan tersangka.
Fazriansyah menyatakan pihaknya menerima informasi mengenai penangkapan seorang bandar narkoba di Medan oleh tim dari Satresnarkoba Polres Aceh Tenggara. Namun, bukannya dibawa ke proses hukum, tersangka justru dilepas dalam dugaan transaksi kompromi yang tidak memiliki dasar hukum yang sah.
“Kami meminta agar tim internal Mabes Polri juga ikut memantau kasus ini. Jangan biarkan keadilan digadaikan demi keuntungan sesaat,” katanya.
Ia menambahkan, pelepasan seperti ini membuka celah bagi berkembangnya jaringan narkoba lintas provinsi serta memperlemah semangat masyarakat dalam turut serta melawan peredaran narkotika.
Tak hanya itu, LSM LIRA menyoroti potensi terlanggarnya Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian. Pasal-pasal dalam regulasi tersebut menekankan kepatuhan anggota Polri terhadap prinsip integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas. Jika dalam proses penyelidikan terbukti bahwa dilakukan pelepasan terhadap pelaku kejahatan tanpa prosedur, maka kata Fazriansyah, sanksi pidana dan etik harus dijatuhkan secara tegas.
“Ini bukan urusan internal Polri semata, tapi soal kepercayaan publik yang sedang dipertaruhkan. Jangan sampai penegakan hukum kita mentok di meja transaksi,” ujarnya.
Fazriansyah menegaskan bahwa LSM LIRA akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Bahkan, jika diperlukan, pihaknya akan menyampaikan bukti tambahan ke Mabes Polri serta mengadukan ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan lembaga pengawasan eksternal lainnya.
“Kami tidak akan diam. Ini soal masa depan daerah, soal generasi muda, soal keadilan. Kalau tidak dibersihkan, perlahan tapi pasti, narkoba akan menghancurkan semuanya,” tutupnya.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian terkait dugaan tangkap lepas yang menjadi sorotan tersebut. Namun tekanan publik mulai menguat. Sebuah sinyal bahwa masyarakat tidak lagi mau diam menghadapi praktik-praktik hukum yang tidak berpihak pada keadilan.
Laporan : Salihan Beruh