Pakpak Bharat, teropongbarat.co. BUMDes Roh Mekar dibentuk dengan semangat mulia: menggerakkan ekonomi warga Desa Perduhapen melalui usaha produktif berbasis lokal. Namun, jejak uang yang seharusnya memutar roda ekonomi rakyat itu kini diduga berbelok arah.
Penelusuran redaksi menunjukkan, sejak berdiri pada 2021, Roh Mekar menerima kucuran dana penyertaan modal dari Dana Desa yang totalnya mencapai ratusan juta rupiah. Dana itu dialokasikan untuk unit usaha simpan pinjam dan pengelolaan hasil bumi. Namun hingga akhir 2024, laporan keuangannya tidak pernah diumumkan secara terbuka kepada masyarakat, melanggar prinsip transparansi desa sebagaimana diatur dalam Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015.
Kronologi Dugaan Penyimpangan
Sumber internal pemerintah desa menyebutkan, pada awal pembentukan, BUMDes Roh Mekar hanya aktif di atas kertas. Tidak ada aktivitas usaha yang jelas, meski dana sudah dicairkan. Beberapa alat usaha yang seharusnya dibeli tak pernah sampai ke lokasi.
Pada 2023, muncul laporan masyarakat kepada pendamping desa tentang adanya “pemanfaatan dana tanpa mekanisme musyawarah desa.” Laporan itu tak pernah ditindaklanjuti serius. Hingga akhirnya pada pertengahan 2025, warga mulai melakukan aksi protes menuntut pertanggungjawaban keuangan.
Seorang tokoh masyarakat Perduhapen yang ditemui awak medya menyebutkan, “Kami hanya ingin kejelasan. Kalau memang dana itu sudah digunakan, tunjukkan buktinya. Jangan diam-diam hilang.”
Menguji Jejak Dana
Menurut dokumen yang diterima wartawan, dana penyertaan modal yang digelontorkan mencapai lebih dari Rp300 juta selama tiga tahun anggaran. Dari jumlah itu, sekitar Rp150 juta disebut telah digunakan untuk “unit simpan pinjam masyarakat”, tapi tidak ada satu pun warga yang mengaku pernah mendapat pinjaman resmi dari BUMDes.
Sementara itu, sebagian dana lainnya disebut mengalir untuk pembelian aset usaha yang tak jelas keberadaannya. Dalam audit internal yang belum dipublikasikan, Inspektorat menemukan indikasi adanya transaksi fiktif dengan rekanan yang tak terdaftar di sistem keuangan desa.
“Modusnya klasik: dana dicairkan, bukti pengadaan dibuat belakangan,” ujar seorang pejabat pemeriksa yang enggan disebut namanya karena belum berwenang memberikan keterangan resmi.
Aktor dan Relasi Kuasa
Sejumlah nama mulai mencuat dalam dugaan penyimpangan ini. Dari struktur organisasi, terdapat pengurus inti BUMDes, kepala desa, pengawas, serta perangkat desa yang memiliki akses terhadap keuangan.
Warga menduga ada “hubungan kedekatan” antara pengurus dan beberapa pejabat desa, sehingga proses pengawasan menjadi lemah.
“Selama ini laporan BUMDes langsung ditandatangani tanpa verifikasi lapangan. Semua serba cepat asal formalitas,” kata salah satu anggota BPD.
Menanti Nyali Aparat Penegak Hukum
Pemanggilan oleh Inspektorat Kabupaten Pakpak Bharat pada 11 November 2025 menjadi momentum penting. Jika pemeriksaan ini menemukan bukti kuat, masyarakat mendesak agar kasus segera dilimpahkan ke aparat penegak hukum.
Aktivis antikorupsi di Pakpak Bharat Anton menegaskan, “Sudah cukup banyak dana desa yang lenyap di balik program ekonomi rakyat. Aparat harus berani membongkar, bukan hanya memanggil.” Kata Aktivis itu.
Kini, semua pihak menunggu langkah lanjutan. Apakah Inspektorat benar-benar menelusuri hingga ke akar, atau hanya menutup laporan dengan catatan administratif.
Yang jelas, masyarakat Desa Perduhapen berharap uang desa kembali menjadi milik rakyat — bukan jadi sumber kekuasaan kecil di pelosok Pakpak Bharat.//@tim inv.







































