Aceh Tenggara – Praktik pungutan biaya sebesar Rp700 ribu per mahasiswa dalam proses pengambilan ijazah di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Nurul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara, menuai sorotan dari berbagai kalangan. Informasi awal menyebutkan bahwa lulusan STIKES yang telah mengikuti prosesi wisuda diwajibkan membayar sejumlah uang sebelum dapat menerima ijazah mereka, disertai dengan kuitansi pembayaran resmi dari pihak kampus.
Jumlah mahasiswa yang mengikuti wisuda tahun ini diperkirakan mencapai sekitar 400 orang. Jika dikalkulasikan secara kasar, total dana yang terkumpul dari pungutan pengambilan ijazah mencapai Rp280 juta. Besarnya jumlah tersebut menimbulkan pertanyaan publik terkait transparansi dan dasar hukum yang menjadi landasan penarikan biaya tersebut.
Sejumlah mahasiswa yang telah menyelesaikan pendidikan mengaku terkejut dengan kebijakan tersebut karena sebelumnya tidak ada sosialisasi yang jelas mengenai pungutan tersebut. “Kami baru tahu kalau harus bayar Rp700 ribu saat datang ambil ijazah. Pembayarannya resmi, ada kuitansinya, tapi untuk apa peruntukannya, kami tidak tahu,” ujar salah satu alumni yang enggan disebutkan namanya.
Untuk menelusuri kebenaran dan alasan di balik pungutan tersebut, media melakukan konfirmasi langsung ke pihak STIKES Nurul Hasanah pada hari ini, Senin, 24 November 2025. Konfirmasi ditujukan kepada pihak administrasi dan kepala tata usaha kampus, Bedum. Namun hingga berita ini disusun, belum ada keterangan resmi yang diberikan oleh pihak kampus. Pertanyaan mengenai dasar pungutan serta peruntukan dana yang dibebankan kepada mahasiswa belum mendapat jawaban yang memadai.
“Maaf Buk, kami hanya ingin konfirmasi sedikit terkait pengambilan ijazah mahasiswa. Benarkah diminta Rp700 ribu per orang? Dan uang itu untuk keperluan apa saja?” demikian pertanyaan yang diajukan kepada Bedum. Hingga mengakhiri pertemuan, tidak ada penjelasan yang bisa dikutip secara resmi sebagai tanggapan dari pihak kampus.
Sementara itu, sejumlah pihak mempertanyakan legalitas dan regulasi yang menjadi dasar pembebanan biaya tersebut kepada mahasiswa. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Negeri dan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Swasta (BOPTN), tidak disebutkan secara eksplisit bahwa pengambilan ijazah dapat dikenakan biaya tambahan jika tidak tercantum dalam struktur biaya yang disepakati di awal perkuliahan. Selain itu, dalam edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi juga ditegaskan bahwa perguruan tinggi — baik negeri maupun swasta — wajib mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam menetapkan segala bentuk pembiayaan terhadap mahasiswa.
Ketentuan tersebut juga diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, di mana pada Pasal 76 disebutkan bahwa pengelolaan dana pendidikan tinggi harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, serta berdasarkan prinsip keadilan dan keterjangkauan.
Dengan belum adanya penjelasan resmi dari pihak STIKES Nurul Hasanah, muncul desakan dari berbagai elemen mahasiswa agar kampus segera memberikan klarifikasi terbuka terkait pungutan tersebut. Mahasiswa menuntut transparansi anggaran, termasuk rincian pengeluaran dari dana yang telah dikumpulkan, serta meminta agar kampus mempublikasikan dasar hukum dari kebijakan tersebut, jika benar ada.
Beberapa alumni menyatakan bahwa jika tidak ada dasar hukum jelas, pungutan tersebut berpotensi digolongkan sebagai pungutan liar (pungli), apalagi jika dilakukan tanpa dasar peraturan dan tidak melalui kesepakatan transparan bersama mahasiswa. Mereka juga mendorong adanya pengawasan dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah Aceh agar kasus serupa tidak menjadi preseden buruk di kemudian hari.
Polemik ini menjadi peringatan bagi seluruh institusi pendidikan tinggi untuk lebih terbuka dalam hal kebijakan pembiayaan mahasiswa, utamanya terhadap layanan dasar akademik seperti penerbitan dan pengambilan ijazah. Mahasiswa sebagai pihak yang menerima layanan berhak atas informasi yang jelas dan hak untuk menolak pungutan yang tidak berdasar hukum.
Hingga berita ini diterbitkan, konfirmasi lebih lanjut terhadap pihak yayasan pengelola STIKES Nurul Hasanah pun belum berhasil dilakukan. Mahasiswa dan orang tua kini menunggu pernyataan resmi dari kampus guna menjawab berbagai pertanyaan yang saat ini masih menggantung.
Laporan : Salihan Beruh







































