Dugaan Pungli di SDN Cibodas Mengemuka, Orang Tua Pertanyakan Legalitas Uang Kas Rp2.000 Per Siswa
Kabupaten Bandung Barat – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali mencuat di lingkungan pendidikan dasar negeri. Kali ini, SDN Cibodas yang beralamat di RT 01 RW 09, Desa Sadangmekar, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, menjadi sorotan setelah sejumlah orang tua murid mengeluhkan adanya pungutan rutin sebesar Rp2.000 per siswa yang dipungut secara berkala oleh pihak sekolah. Rabu (3/12/2025).
Pungutan tersebut disebut sebagai “uang kas” yang oleh wali kelas disampaikan diperuntukkan bagi kondisi darurat, seperti apabila guru atau siswa sakit, serta disebut-sebut digunakan sebagai dana persiapan pensiun guru.
Namun, sejumlah orang tua murid menyatakan keberatan karena pungutan tersebut tidak pernah disosialisasikan melalui forum resmi sekolah, tidak dibahas melalui rapat komite, serta tidak disertai surat edaran ataupun dokumen tertulis yang menjelaskan dasar hukum, tujuan, mekanisme pengelolaan, serta pertanggungjawaban dana.
Salah seorang orang tua murid yang meminta identitasnya dirahasiakan mengungkapkan bahwa informasi terkait pungutan tersebut hanya disampaikan secara lisan oleh wali kelas, tanpa kejelasan payung hukum maupun laporan penggunaan dana.
“Kami hanya diminta membayar Rp2.000. Katanya untuk guru yang sakit, siswa sakit, dan dana pensiun guru. Tapi tidak ada surat, tidak ada rapat, tidak ada transparansi. Kami jadi bertanya-tanya, ini dibolehkan atau tidak oleh aturan,” ungkapnya.
Bertentangan dengan Regulasi?
Dalam aturan resmi pemerintah, sekolah negeri dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik kecuali berdasarkan ketentuan hukum yang sah, transparan, dan melalui mekanisme yang disepakati secara resmi.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pembiayaan pendidikan dasar merupakan tanggung jawab pemerintah, sehingga tidak boleh dibebankan kepada peserta didik dalam bentuk pungutan tidak sah.
Lebih lanjut, Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah secara tegas menyatakan bahwa:
Komite sekolah hanya boleh melakukan penggalangan dana sumbangan sukarela, bukan pungutan.
Sekolah negeri dilarang melakukan pungutan yang menjadi kewajiban pemerintah.
Segala bentuk bantuan atau sumbangan harus bersifat sukarela, tidak mengikat, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam kasus di SDN Cibodas, pungutan Rp2.000 tidak disampaikan sebagai sumbangan sukarela, melainkan diposisikan sebagai kewajiban rutin yang harus dibayar oleh setiap siswa, tanpa kejelasan struktur pengelolaan dana, laporan keuangan, dan legitimasi hukum.
Kondisi tersebut memunculkan dugaan kuat adanya praktik pungli yang berpotensi melanggar regulasi pendidikan nasional.
Orang Tua Minta Disdik KBB Turun Tangan
Para orang tua murid mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat untuk segera melakukan klarifikasi, audit, dan pemeriksaan terhadap dugaan pungutan tersebut, guna memastikan tidak ada pelanggaran hukum serta mencegah praktik serupa terjadi di sekolah lain.
Mereka berharap masalah ini dapat diselesaikan secara terbuka, profesional, dan tidak berdampak negatif terhadap proses belajar mengajar anak-anak mereka.
Menunggu Klarifikasi Resmi Sekolah
Hingga berita ini diturunkan, pihak SDN Cibodas belum memberikan keterangan resmi terkait dasar pungutan, mekanisme pengelolaan dana, maupun legalitas “uang kas” yang dipersoalkan orang tua murid.
Tim investigasi menyatakan akan terus memantau perkembangan perkara ini dan menunggu klarifikasi dari pihak sekolah, Dinas Pendidikan, serta aparat pengawas pendidikan lainnya guna memastikan kebenaran informasi secara utuh dan berimbang. ( Tim investigasi )





































