Kutacane, Waspada Indonesia.com – Pekerjaan proyek penanganan longsoran di perbatasan Kabupaten Gayo Lues dan Aceh Tenggara terus berjalan meskipun tidak menggunakan alat batching plant dalam proses pencampuran beton. Proyek tersebut berlokasi di Desa Natam Baru, Kecamatan Badar, Aceh Tenggara, dan dikerjakan oleh PT Segon Karya Alcantara dengan nilai kontrak sebesar Rp10,7 miliar.
Menurut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 3.5 Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Aceh, Jaya Yuliadi, tidak digunakannya batching plant karena fasilitas tersebut tidak beroperasi di lokasi terdekat. Sebagai solusi, pencampuran beton dilakukan secara manual dengan mobil molen, berdasarkan komposisi campuran yang telah diuji sebelumnya.
“Dari hasil uji dimungkinkan pelaksanaan tetap berjalan tepat waktu dan dengan mutu yang sesuai,” kata Jaya, Senin 14 Juli 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, metode pencampuran beton secara manual untuk proyek berskala besar ini menuai sorotan. Pasalnya, hal tersebut berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, khususnya Pasal 40 Ayat (1), yang menyebutkan bahwa penyedia jasa wajib melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, secara teknis disebutkan pula bahwa proses produksi material beton harus mengikuti spesifikasi teknis yang telah ditetapkan dalam Job Mix Design (JMD). Bila pencampuran beton dilakukan secara manual tanpa pengawasan ketat dan tidak sesuai JMD, mutu dan daya tahan beton sangat mungkin tidak tercapai, apalagi di lokasi dengan tekanan alam tinggi seperti bantaran Sungai Alas.
“Kalau pencampuran tidak memenuhi standar JMD, maka kualitasnya perlu dipertanyakan. Beton tersebut harus menahan derasnya arus sungai, dan ini menyangkut keselamatan pengguna jalan serta usia infrastruktur,” kata seorang pengamat teknik sipil yang tidak ingin disebutkan namanya.
PPK 3.5 BPJN Aceh sendiri mengklaim bahwa hasil pencampuran telah diuji dan diperiksa oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh. Namun, belum dijelaskan secara terbuka apakah proses itu telah disesuaikan dengan standar nasional seperti SNI 7394:2008 tentang Prosedur Produksi Beton dan/atau SNI 2847:2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.
Dari pantauan di lokasi, pekerjaan pembangunan tembok penahan tetap berlangsung. Namun dengan adanya indikasi penyimpangan dari tata cara produksi beton standar, pengawasan dan audit teknis sangat penting untuk menjamin keselamatan dan kelayakan hasil akhir proyek tersebut.
Laporan: Salihan Beruh