Oleh : Asma Sulistiawati (Pegiat Literasi)
Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan mengungkap operasi pemalsuan uang dalam jumlah besar yang melibatkan pejabat sebuah perguruan tinggi setempat dan pegawai sebuah bank milik negara. Dalam penggerebekan baru-baru ini di Gedung Perpustakaan Kampus II Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, yang terletak di Jalan Yasin Limpo, Samata, Kabupaten Gowa, aparat menyita ratusan uang palsu beserta berbagai peralatan produksi. Yang memimpin operasi gelap ini adalah Dr. Andi Ibrahim, Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Pengungkapan yang mengejutkan ini tidak hanya meresahkan dunia pendidikan, tetapi juga menyoroti kerentanan yang mencolok dalam sistem keamanan dan pengawasan keuangan Indonesia.
Dalam jumpa pers pada 19 Desember 2024, Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Yudhiawan Wibisono mengungkapkan, uang palsu tersebut awalnya dicetak di rumah seorang pengusaha berinisial ASS, sebelum akhirnya dipindahkan ke perpustakaan. Sebanyak 17 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, antara lain dua orang pegawai bank BUMN, sejumlah staf UIN Alauddin Makassar, dan Dr. Ibrahim sendiri. Ia disebut-sebut memanfaatkan jabatannya untuk menyelundupkan mesin cetak seberat tiga ton ke dalam perpustakaan pada malam hari dengan menyamar sebagai alat cetak buku dan berhasil mengelabui pihak keamanan kampus.
Aparat menyita sejumlah uang palsu dengan berbagai pecahan, antara lain 4.554 lembar uang Rp100.000 palsu tahun 2016, enam lembar uang Rp100.000 tahun 1999, dan 234 lembar uang Rp100.000 yang belum dipotong. Selain itu, sindikat tersebut juga mencetak mata uang asing, seperti satu lembar uang 5.000 Won Korea dan 111 lembar uang 500 Dong Vietnam. Polisi juga mengamankan sejumlah dokumen palsu, termasuk fotokopi sertifikat deposito senilai Rp45 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp700 triliun. Secara keseluruhan, total uang palsu yang dihasilkan sindikat ini diperkirakan mencapai Rp2 miliar. (bangka.tribunnews, 21/12/2024).
Yang membuat kasus ini semakin menggemparkan adalah motif di balik tindakan Dr. Ibrahim, yang kabarnya bermaksud menggunakan uang palsu tersebut untuk membiayai kampanyenya di pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024. Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa sindikat ini telah beroperasi tanpa terdeteksi selama 14 tahun, menggarisbawahi banyaknya kelalaian dalam pengawasan terhadap kegiatan ilegal yang mengancam negara.
Lemahnya Sistem Keamanan Uang di Indonesia
Insiden pencetakan uang palsu baru-baru ini di UIN Alauddin Makassar menyoroti kerentanan signifikan dalam langkah-langkah perlindungan mata uang Indonesia. Ketergantungan pada mata uang berbasis kertas, membuat sistem keuangan sangat rentan terhadap pemalsuan. Kemajuan teknologi modern telah membuat produksi uang palsu relatif mudah, menjadikannya target utama. Selain itu, pengawasan peredaran mata uang masih belum memadai. faktanya bahwa sejumlah besar uang palsu telah beredar tanpa terdeteksi menggarisbawahi ketidakefektifan sistem deteksi dan kontrol saat ini.
Selain itu, keamanan dalam lembaga pendidikan, yang seharusnya berfungsi sebagai tempat berlindung yang aman untuk belajar dan meneliti, tampak sangat kurang. Dalam hal ini, mesin cetak uang palsu seberat tiga ton dapat memperoleh akses ke gedung perpustakaan tanpa pengawasan yang ketat. Sungguh membingungkan bahwa bahkan petugas keamanan kampus tertipu oleh informasi yang menyesatkan. Hal ini menunjukkan kurangnya integritas dan profesionalisme dalam menjaga lingkungan pendidikan.
Pemalsuan uang dapat dikaitkan dengan dua faktor yaitu penegakan hukum yang tidak memadai dan kondisi ekonomi yang buruk yang menghambat kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, di mana sistem kapitalis sekuler berlaku, kerangka hukum sering kali gagal mencegah kejahatan ekonomi secara efektif. Hukuman yang ringan ditambah dengan proses peradilan yang lamban membuat kejahatan terus ada tanpa takut akan hukuman.
Selain itu, kondisi ekonomi yang tidak stabil dan ketimpangan yang mencolok semakin memperparah masalah ini. Banyak orang terjerat dalam kemiskinan, mendorong mereka untuk menempuh jalan pintas, termasuk praktik ilegal seperti pemalsuan. Struktur ekonomi kapitalis yang berpihak pada segelintir orang, tidak memiliki kapasitas untuk menumbuhkan kemakmuran yang meluas. Sehingga mengakibatkan pada peningkatan kejahatan ekonomi.
Solusi Islam dalam Memberantas Pemalsuan Uang
Berbeda sekali dengan kapitalisme, Islam menawarkan sistem kerja yang komprehensif dan efektif untuk mengatasi masalah pemalsuan uang. Sistem keuangan Islam didasarkan pada penggunaan mata uang emas dan perak khususnya dinar dan dirham. Standar ini didasarkan pada logam mulia yang terbukti sulit dipalsukan. Kebutuhan akan emas dan perak asli untuk mencetak mata uang ini berfungsi sebagai pencegah yang cukup besar bagi para pelaku kejahatan.
Selain itu, Islam memberlakukan sistem hukum yang ketat yang memberikan hukuman yang signifikan kepada para pelanggar. Para pemalsu dalam sistem ini menghadapi sanksi yang sejalan dengan hukum syariah, seperti hukuman takzir, yang bervariasi berdasarkan pada tingkat keparahan kejahatan dan tingkat kerugian yang ditimbulkan. Sanksi ini dirancang tidak hanya untuk mencegah pelanggaran tetapi juga untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang lebih besar.
Islam mengupayakan agar setiap individu untuk takwa kepada Allah dalam semua tindakan mereka. Kesadaran ini berfungsi sebagai benteng penting terhadap kejahatan, termasuk pemalsuan uang. Lebih jauh lagi, dalam masyarakat pemerintah memikul tanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan warganya. Negara yang sepenuhnya berpegang teguh pada sistem Islam akan memenuhi kebutuhan dasar, sehingga menghilangkan motivasi bagi penduduknya untuk terlibat dalam perilaku kriminal demi memenuhi kebutuhan mereka.
Sebagaimana dinyatakan dalam Surat Al-Maidah ayat 2:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran.”
Ayat ini menggarisbawahi pentingnya membina masyarakat yang berlandaskan pada kebajikan, mendorong individu untuk saling mendukung dalam menahan diri dari tindakan dosa seperti pemalsuan.
Nabi Muhammad (saw) juga menekankan tanggung jawab ini, dengan mengatakan: “Setiap pemimpin adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menggambarkan bahwa para pemimpin Islam memiliki tugas untuk melindungi masyarakat mereka dari segala bentuk ketidakadilan, termasuk kejahatan ekonomi. Dalam sistem Khilafah, para pemimpin akan memastikan bahwa sistem keuangan beroperasi sesuai dengan hukum syariah, yang akan menutup jalan bagi kegiatan kriminal seperti pemalsuan. Sehingga tindak kriminal soal pemalsuan uang tidak akan dilakukan lagi sebab negara akan mengawasi dengan ketat sesuai dengan aturan Islam. Sudah saatnya kita meninggalkan sistem batil dan kembali pada Islam yang melindungi.
Wallahu’alam.