Bandung Barat – Ketua Komite Yayasan Pendidikan Islam (YPI) MTSS Uswatun Hasanah dan Yayasan Ihwan Nur Soleh, Edi Hunter, memberikan klarifikasi terkait pemberitaan yang menyebutkan adanya dugaan penyalahgunaan dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2022.
Sebelumnya, sebuah media online memberitakan dengan judul “Dugaan Penyalahgunaan Dana Hibah Gubernur, Dua Yayasan di Padalarang Bungkam Saat Diminta Konfirmasi”, yang kemudian menuai reaksi dari pihak yayasan.
Menurut Edi Hunter, informasi yang beredar tersebut tidak benar dan berpotensi menyesatkan publik. Ia menegaskan bahwa seluruh proses pencairan dan penggunaan dana hibah tersebut telah sesuai dengan peraturan dan petunjuk teknis kegiatan yang tertuang dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
“Beredarnya pemberitaan di media online terkait isu penyalahgunaan dana hibah itu jelas tidak benar. Semua proses telah melalui verifikasi oleh pihak Dinas Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Jawa Barat, dan alhamdulillah sampai saat ini tidak ada persoalan apa pun,” ujar Edi Hunter dalam keterangannya.
Ia menambahkan bahwa pihak yayasan sangat menghargai fungsi media sebagai kontrol sosial. Namun demikian, ia mengingatkan agar dalam menjalankan tugas jurnalistik, media tetap mengedepankan prinsip keberimbangan dan objektivitas dalam pemberitaan.
“Saya menghargai kerja awak media sebagai kontrol sosial. Namun, fakta yang kami alami menunjukkan bahwa pemberitaan tersebut tidak berimbang. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas mengatur bahwa pemberitaan tidak berimbang merupakan pelanggaran. Pers wajib menyajikan informasi yang menghormati norma agama, kesusilaan masyarakat, dan asas praduga tak bersalah sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 ayat 1,” tegas Edi Hunter.
Lebih lanjut, ia juga mengingatkan bahwa pemberitaan yang tidak berimbang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik, terutama jika mengandung unsur prasangka, diskriminasi, atau merendahkan martabat seseorang, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 kode etik tersebut.
“Sanksi hukum terhadap pelanggaran pemberitaan seperti ini biasanya diselesaikan melalui mekanisme sengketa pers dan Dewan Pers, bukan sanksi pidana langsung dari UU Pers. Kami berharap ke depannya media bisa lebih bijak dan profesional dalam menyampaikan informasi kepada publik,” pungkasnya.
Dengan klarifikasi ini, pihak yayasan berharap tidak ada lagi kesalahpahaman di masyarakat, dan publik dapat melihat fakta yang sebenarnya secara utuh dan proporsional. Red * L.D *