LAMPUNG SELATAN – LSM Jaringan Anti Korupsi dan Transparansi Indonesia (JATI) Provinsi Lampung menyoroti sejumlah paket pengadaan barang dan jasa pada Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan tahun 2025. Berdasarkan analisis terhadap Rencana Umum Pengadaan (RUP) di sistem Layanan Katalog Elektronik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), lembaga ini menduga terdapat potensi praktik korupsi dan konflik kepentingan yang mengintai mekanisme pengadaan secara elektronik (e-purchasing).
“Kami menemukan sejumlah kejanggalan dalam struktur dan pola penganggaran yang berpotensi disalahgunakan. Kami akan menggelar unjuk rasa dan melaporkan temuan ini ke Kejaksaan Tinggi Lampung,” tegas Ubay, Koordinator LSM JATI Provinsi Lampung, Senin (09/11/2025).
Pola dan Item Anggaran Bermasalah
Dari 600 lebih item pengadaan yang dianalisis, LSM JATI memfokuskan sorotan pada beberapa paket yang dinilai kritis:
Belanja Makanan dan Minuman Rapat: Terdapat lebih dari 100 item pengadaan untuk “Jamuan Makan (Nasi Kotak)” dan “Snack” dengan total nilai yang terdata mencapai ratusan juta rupiah. Pengadaan ini tersebar di banyak satuan kerja dan dinilai berlebihan.
Belanja Alat Tulis Kantor (ATK): Anggaran untuk keperluan perkantoran, seperti alat tulis, kertas, dan bahan komputer, diusulkan dalam ratusan pos terpisah dengan nilai akumulasi yang sangat besar. Pola pemecahan ini dinilai tidak efisien dan berpotensi mengaburkan pengawasan.
Konsultansi Perencanaan dan Pengawasan: Banyak item jasa konsultansi untuk pekerjaan konstruksi, seperti pembangunan pagar dan rehabilitasi gedung, yang dilakukan melalui pengadaan langsung, bukan tender. Metode ini berpotensi membatasi persaingan sehat.
E-Purchasing: Celah di Balik Efisiensi
Mekanisme e-purchasing yang seharusnya mendorong transparansi dan efisiensi justru menjadi celah dalam temuan LSM JATI. Penelitian terdahulu di sektor kesehatan, seperti evaluasi pengadaan obat di Jawa Tengah, mengonfirmasi bahwa hambatan dalam e-purchasing dapat berdampak pada pengurangan ketersediaan barang dan inefisiensi biaya . Studi lain di RS Jiwa Grhasia DIY juga menemukan masalah seperti lead time panjang, kekosongan stok di e-katalog, dan ketidaksesuaian harga .
“Potensi penyimpangan justru bisa terjadi pada tahap perencanaan. Ketika suatu barang dipecah-pecah kuantitas atau spesifikasinya di e-katalog, itu bisa dirancang untuk mengakomodir pemasok tertentu,” jelas Ubay.
Regulasi Terbaru dan Komitmen Pencegahan Korupsi
Temuan ini muncul di tengah penguatan regulasi pengadaan pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 46 Tahun 2025 yang efektif sejak 30 April 2025. Perpres ini menegaskan kewajiban penggunaan e-purchasing jika barang/jasa tersedia dalam E-Katalog . Aturan ini juga menekankan efisiensi dan mendorong penggunaan produk dalam negeri.
LSM JATI menduga ada upaya untuk memanfaatkan celah dalam aturan ini. Keputusan untuk tidak menggunakan e-katalog dengan alasan tertentu, seperti ketidakmampuan memenuhi spesifikasi, harus melalui evaluasi dan persetujuan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang dapat disalahgunakan .
“Kami mendesak aparat penegak hukum untuk mengaudit proses pengadaan ini, khususnya pada item-item yang kami soroti. Kami juga meminta Dinas Kesehatan setempat membuka secara transparan proses perencanaan RUP-nya kepada publik,” pungkas Ubay.
Sebagai bentuk eskalasi, LSM JATI Provinsi Lampung telah menjadwalkan unjuk rasa di depan Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan dan Kejaksaan Tinggi Lampung pada pekan depan untuk menuntut penyelidikan mendalam.
(Hayat)







































