KUTACANE — Pemerintah pusat melalui Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Aceh didesak untuk segera membangun jembatan bailey atau jembatan darurat di kawasan Natam, Kecamatan Darul Hasanah, Aceh Tenggara. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tenggara, Denny Febrian Roza, menyampaikan permintaan ini sebagai respons atas putusnya jembatan akibat banjir bandang yang melanda kawasan tersebut pada 27 November 2025 lalu.
Denny menyebutkan, bencana yang terjadi hampir tiga pekan lalu itu mengakibatkan rusaknya sejumlah infrastruktur penting, terutama jembatan dan akses jalan antarwilayah. Tercatat, tiga jembatan yang terdampak berat dan kini tak bisa dilewati, yakni Jembatan Salim Pipit di Kecamatan Babul Rahmah, Jembatan Mbarung di Kecamatan Lawe Alas, dan Jembatan Natam di Kecamatan Darul Hasanah.
Selain itu, terdapat satu jembatan lainnya yang sempat mengalami kerusakan, yakni Jembatan Silayakh Pedesi yang menghubungkan Kecamatan Bambel dengan Lawe Alas. Meski sudah ditangani sementara oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh Tenggara dan kini dapat kembali dilalui, akses di beberapa titik masih sangat terbatas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jembatan Natam harus menjadi prioritas karena fungsinya sangat vital, terutama bagi petani durian yang sedang panen raya. Jika tidak segera dibangun jembatan darurat, hasil panen akan terbuang sia-sia karena tidak bisa diangkut ke pusat kota,” ujar Denny dalam keterangannya, Kamis (18/12/2025).
Ia menambahkan, Natam adalah salah satu sentra durian terbesar di Aceh Tenggara. Setiap musim panen, komoditas ini menjadi tumpuan ekonomi warga. Harga durian di pasaran saat ini berkisar antara Rp 8.000 hingga Rp 15.000 per buah. Biasanya sejak pagi hari banyak pembeli dari Medan yang langsung datang ke lokasi pengepul di area perkebunan.
Namun akibat putusnya akses jembatan, aktivitas jual-beli hasil pertanian menjadi terganggu. Petani terpaksa menempuh jalur alternatif yang lebih jauh, yakni melewati Jembatan Silayakh Pedesi dengan tambahan jarak sekitar 15 kilometer untuk mencapai ibu kota Kutacane.
Kondisi ini dinilai sangat menyulitkan petani dan berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan. “Mereka berisiko kehilangan penghasilan, padahal harga kebutuhan pokok terus naik. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah harus menghadirkan solusi cepat dengan pembangunan jembatan bailey,” kata Denny.
Selain mendesak pembangunan jembatan di Natam, pihak DPRK Aceh Tenggara juga meminta agar jembatan-jembatan gantung di Kecamatan Ketambe yang putus akibat banjir turut diperbaiki secepatnya. Menurut Denny, akses menuju kebun dan sumber ekonomi warga menjadi sangat terbatas tanpa kehadiran infrastruktur penghubung yang layak.
Ia menegaskan bahwa pemulihan infrastruktur tak hanya soal membangun kembali yang rusak, tapi juga menyelamatkan sumber penghidupan masyarakat. Kerusakan jembatan, menurutnya, berdampak langsung terhadap arus komoditas, mobilitas masyarakat, dan kestabilan ekonomi lokal.
Denny berharap BPJN Aceh dan kementerian terkait menjadikan rehabilitasi dan pembangunan infrastruktur di Aceh Tenggara sebagai prioritas nasional dalam penanggulangan bencana. Pemerintah kabupaten telah menyampaikan laporan lengkap di lapangan dan tinggal menunggu respons teknis dan bantuan dari tingkat pusat.
“Kami berharap tidak ada lagi penundaan. Ini menyangkut kebutuhan rakyat di masa sulit pascabencana. Jangan sampai keterlambatan pembangunan jembatan memutus harapan petani,” ujarnya.
Laporan : Salihan Beruh







































