TANGGAMUS, –WaspadaIndonesia.com
Seorang wartawan di Kabupaten Tanggamus diterpa upaya pembungkaman yang kentara. Ia dikeluarkan dari grup WhatsApp (WA) setelah menyebarkan informasi terkait dugaan korupsi yang melibatkan empat pekon di Kecamatan Talang Padang. Insiden ini seketika memicu sorotan tajam terhadap rapuhnya kebebasan pers dan transparansi di tingkat lokal.
Hayat, sang wartawan, mendapati dirinya dikeluarkan secara sepihak dari grup yang beranggotakan para kepala pekon dan dan para wartawan. Grup WA, yang seyogianya menjadi ruang komunikasi konstruktif, justru berubah wajah menjadi arena pembungkaman informasi.
Tak terima dengan tindakan tersebut, Hayat langsung menghubungi ketua DPK Apdesi Talang Padang, yang juga merupakan admin grup, melalui pesan WhatsApp. Ia mempertanyakan alasan di balik pengeluarannya, terutama terkait dengan pemberitaan dugaan korupsi yang sedang ia investigasi secara mendalam.
”Saya ingin tahu, mengapa saya dikeluarkan dari grup media Talang Padang? Apakah ini terkait dengan pemberitaan? Mohon penjelasan, siapa kepala pekonnya, pekon apa, dan apa motifnya?” tanya Hayat dengan nada tegas.
Admin grup, yang juga menjabat sebagai salah satu kepala pekon, melempar jawaban yang kontroversial. Ia menyatakan bahwa pengeluaran Hayat dari grup adalah atas permintaan kepala pekon yang beritanya sedang disorot.
“Ini permintaan dari kepala pekon yang diberitakan. Besok kita bicara, sekarang sudah larut,” kilahnya.
Namun, janji bertemu tak terwujud. Ketika Hayat berupaya menemui kepala pekon yang bersangkutan, rumahnya tertutup rapat, menjadikan upaya konfirmasi menemui jalan buntu.
Kasus ini sontak memicu reaksi keras dari kalangan jurnalis dan aktivis masyarakat sipil di Tanggamus. Tindakan pengeluaran wartawan dari grup WA dinilai sebagai bentuk nyata pembungkaman kebebasan pers dan upaya menghalangi pengungkapan kebenaran.
”Seharusnya, mekanisme yang ditempuh jika ada keberatan adalah klarifikasi atau hak jawab, bukan intervensi kekuasaan untuk membungkam jurnalis,” tegas seorang jurnalis lokal yang enggan disebutkan namanya.
Peristiwa ini juga menyoroti urgensi transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pekon. Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara detail dan akurat bagaimana dana desa digunakan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak-pihak terkait. Kasus ini terus menjadi perdebatan sengit di tengah masyarakat Tanggamus, dan diharapkan ada investigasi yang independen serta penegakan hukum yang adil.
(HyT)







































