ACEH TENGGARA – Isu panas kembali mencuat di media sosial. Sebuah unggahan yang menyoal dugaan penyelewengan Dana Desa di Kute Lawe Mantik, Kecamatan Babul Makmur, Kabupaten Aceh Tenggara, viral dan mengundang perhatian luas warganet. Dalam unggahan itu disebutkan proyek jalan rabat beton yang dikerjakan dengan anggaran Dana Desa Tahun 2025 tidak transparan, bahkan dituding menguntungkan pihak tertentu. Namun, hasil investigasi langsung dari sejumlah elemen, termasuk wartawan dan organisasi masyarakat sipil, membalikkan tuduhan tersebut. Realitas di lapangan memperlihatkan bahwa pengerjaan proyek desa itu tidak hanya sesuai aturan, tetapi bahkan melebihi volume yang dirancang dalam anggaran.
Proyek jalan rabat beton yang dituding sebagai proyek bermasalah itu ternyata merupakan program hasil musyawarah desa dan telah dimasukkan dalam dokumen resmi Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung (APBK) Lawe Mantik Tahun Anggaran 2025. Ketua Badan Permusyawaratan Kute (BPK) Lawe Mantik dalam keterangannya menegaskan, pelaksanaan proyek tersebut tidak melibatkan kepentingan pribadi siapa pun. Justru masyarakat sendiri yang menjadi pelaksana kegiatan dalam skema swakelola, dengan keterlibatan tenaga kerja lokal yang mengutamakan asas gotong royong. Beberapa warga bekerja sukarela tanpa upah, sementara lainnya diberikan upah sesuai upah harian yang tertuang dalam dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) Kute Lawe Mantik menjelaskan bahwa dalam dokumen RAB, spesifikasi jalan yang direncanakan hanya mencakup 1 meter lebar dan 50 meter panjang. Namun berdasarkan kebutuhan serta pertimbangan manfaat bagi masyarakat, jalan tersebut akhirnya dibangun dengan volume nyaris dua kali lipat dari rencana: 1,5 meter lebar dan hampir 100 meter panjang. Seluruh pekerjaan tersebut dilakukan tanpa penambahan anggaran, dilakukan secara gotong royong, serta sepenuhnya transparan dan terdokumentasi. Ia juga menyebutkan bahwa tudingan “fiktif” adalah bentuk fitnah yang merugikan pihak desa dan para pekerja yang telah memberikan tenaga secara sukarela untuk kemajuan desanya.
Pemerintah desa mengacu pada regulasi yang berlaku dalam setiap pelaksanaan anggaran Dana Desa, khususnya Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendesa PDTT) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022 yang masih relevan secara prinsipil hingga saat ini, serta Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2021 yang mensyaratkan minimal 40% Dana Desa digunakan untuk bantuan sosial, 20% untuk ketahanan pangan, dan sisanya untuk prioritas lainnya termasuk pembangunan infrastruktur desa. Selain itu, pelaksanaan kegiatan fisik seperti rabat beton diatur melalui mekanisme swakelola, sebagaimana tertuang dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa serta Permendesa PDTT Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Dari hasil investigasi, diketahui bahwa proyek rabat beton ini merupakan bagian dari anggaran pelaksanaan fisik desa dengan total alokasi anggaran Rp257.770.000. Rinciannya antara lain: pembangunan jalan rabat beton sebesar Rp212.693.000, pengadaan lampu jalan Rp40.077.000, serta literasi hukum dan peraturan desa sebesar Rp5.000.000. Adapun total anggaran APBK Kute Lawe Mantik tahun 2025 mencapai Rp827.160.000, semuanya bersumber dari Dana Desa dan disusun sesuai peraturan perundang-undangan.
Menanggapi isu yang beredar, Penjabat Pengulu Kute Lawe Mantik, Lusiana Tamba, juga menekankan bahwa pihaknya tetap menjunjung tinggi prinsip transparansi. “Kami tidak pernah menutup-nutupi. Semua tertulis, semua terdokumentasi. Jika ada temuan, kami sangat terbuka untuk dilakukan pemeriksaan,” katanya, Rabu (12/11/2025). Ia menyatakan bahwa dokumen pendukung seperti RAB, foto dokumentasi, notulen musyawarah, dan laporan pertanggungjawaban siap dibuka oleh siapa pun sesuai dengan regulasi yang berlaku, termasuk Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dalam insiden ini, Lembaga Komando Garuda Sakti Aliansi Indonesia (LKGSAI) yang ikut menjalankan verifikasi data di lapangan menyampaikan kesimpulan yang memperkuat pernyataan dari aparat desa. Ketua LKGSAI, Saidul Amran, menyampaikan bahwa lembaganya bersama tim media dan masyarakat secara langsung meninjau fisik proyek dan mendapati tidak adanya pekerjaan fiktif yang dituding oleh pihak-pihak di media sosial. Tidak hanya proyek fisik itu nyata dan sesuai peruntukan, volume pengerjaan justru melampaui target. “Kami tidak menemukan penyimpangan. Tuduhan itu tidak berdasar. Jangan jadikan media sosial sebagai tempat menggiring opini jika belum ada bukti sah,” kata Saidul, dalam keterangan yang disampaikannya .
Ia menambahkan bahwa pihaknya juga merekomendasikan agar Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kepolisian dan Kejaksaan segera mengambil peran untuk menyelidiki motif penyebaran informasi hoaks ini. Tujuannya bukan hanya untuk memberikan keadilan kepada pihak desa, tetapi juga untuk menjaga stabilitas sosial dan iklim kerja pemerintahan di tingkat kampung yang sedang gencar menjalankan program prioritas nasional. Menurutnya, penyebaran informasi palsu yang menyerang kehormatan penyelenggara pemerintahan desa bisa masuk ke dalam ranah pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat 3 jo. Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 19 Tahun 2016, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mendistribusikan informasi yang menyerang kehormatan atau nama baik bisa dipidana hingga 4 tahun penjara.
Hingga kini, pihak pemerintah desa tetap membuka ruang klarifikasi bagi siapa pun yang ingin mempertanyakan atau mengkritisi kebijakan dan program yang berjalan, sepanjang dilakukan sesuai kaidah hukum dan etika. Lusiana Tamba juga menyatakan telah melaporkan insiden ini ke kecamatan dan akan segera meminta pendampingan dan pengawasan lebih lanjut dari Inspektorat Kabupaten Aceh Tenggara agar ke depan tidak muncul opini liar yang merugikan upaya pembangunan desa.
Sementara Ketua BPK menegaskan, apabila ada pihak-pihak yang merasa memiliki bukti valid terkait dugaan penyelewengan dana desa, sebaiknya melapor secara resmi ke instansi seperti Kepolisian, Kejaksaan, maupun Inspektorat. Langkah itu jauh lebih terhormat dan konstruktif dibandingkan melempar tuduhan di jagat media sosial tanpa dasar yang jelas. “Silakan tempuh jalur hukum. Jangan seret masyarakat ke dalam konflik politik yang tersisa dari pilkades lalu. Sudah cukup desa kami terbelah demi ambisi pribadi,” tegasnya.
Kisruh yang timbul akibat arah informasi yang tidak akurat ini menjadi potret bagaimana opini bisa digiring dengan cepat di era digital ketika masyarakat tidak membiasakan diri untuk melakukan verifikasi sumber. Pemerintahan desa adalah bagian penting dari roda pemerintahan negara, yang tengah didorong untuk melaksanakan pembangunan berbasis partisipasi dan tata kelola yang akuntabel. Maka dari itu, sangat penting menjaga integritas informasi dan tidak menjadikan alat komunikasi seperti media sosial sebagai celah untuk intrik politik lokal yang merusak tatanan demokrasi tingkat desa.
Redaksi membuka diri terhadap hak jawab dan koreksi dari pihak-pihak terkait lainnya sesuai dengan prinsip jurnalistik yang berimbang dan sesuai kode etik. Pengawasan dan kebebasan informasi publik adalah hal yang dijamin konstitusi, namun harus dijalankan dengan tanggung jawab dan niat membangun.*** (TIM)






































