Gayo Lues, 2 Juni 2025 — Ketua Komisi V DPR Aceh (DPRA), Rijaluddin SH., MH, menyampaikan kecaman keras dan dorongan tegas agar penegakan hukum dilakukan tanpa kompromi terhadap pelaku rudal paksa terhadap anak kandung di Kabupaten Gayo Lues. Kasus memilukan ini telah mengguncang nurani publik, setelah terungkap bahwa seorang ayah diduga memperkosa anak kandungnya sendiri secara berulang selama lima tahun.
Dalam forum resmi yang digelar di Aula Sekretariat Daerah (Sekda) Kabupaten Gayo Lues pada Senin (2/6/2025), yang turut dihadiri oleh Wakil Bupati Gayo Lues, Anggota DPRA Dapil VIII, dan jajaran Satuan Pendidikan Menengah Kejuruan (SMPK), Rijaluddin berbicara lugas. Ia menyebut bahwa kasus ini tidak hanya menyangkut pelanggaran hukum, tetapi merupakan luka kemanusiaan yang mencerminkan kegagalan nilai moral dalam lingkungan keluarga.
“Saya sangat prihatin. Ini bukan sekadar kasus kriminal biasa. Ini adalah tragedi kemanusiaan yang menampar wajah kita sebagai masyarakat yang menjunjung nilai-nilai agama dan adat,” tegas Rijaluddin dalam sambutannya.
Sebagai Ketua Komisi V DPRA, yang membidangi persoalan pendidikan, kesehatan, dan perlindungan perempuan dan anak, Rijaluddin menegaskan komitmennya untuk mengawal proses hukum hingga tuntas. Ia menyampaikan bahwa dirinya siap mendorong pemerintah daerah untuk menggandeng tim ahli dari luar provinsi guna memperkuat proses penyidikan dan penyembuhan trauma bagi korban.
“Kami akan usulkan pendampingan psikologis yang terstruktur dan berkelanjutan untuk korban. Ini penting agar korban tidak mengalami kehancuran masa depan akibat trauma yang berkepanjangan,” ungkapnya.
Rijaluddin juga menilai pentingnya evaluasi sistem perlindungan anak di daerah-daerah terpencil seperti Gayo Lues. Ia menyoroti lemahnya sistem deteksi dini kekerasan dalam rumah tangga dan menekankan bahwa upaya preventif harus dimasukkan dalam program-program pendidikan karakter di sekolah dan lingkungan masyarakat.
“Di era modern, masih ada bentuk kejahatan yang tak bisa dibayangkan akal sehat: seorang ayah memperlakukan anaknya sendiri seperti binatang buruan. Ini harus menjadi tamparan bagi semua pihak,” katanya dengan suara lantang.
Sebagai putra asli Gayo Lues, Rijaluddin merasakan luka mendalam dari kasus ini dan menyebut bahwa kekerasan terhadap anak bukan hanya urusan keluarga, tetapi urusan negara. Ia mengajak seluruh elemen — mulai dari aparatur pemerintah, tokoh adat, hingga lembaga pendidikan — untuk membentuk gerakan bersama melawan kekerasan seksual.
“Ini bukan hanya soal seorang anak yang menjadi korban. Ini tentang bagaimana kita sebagai masyarakat menjaga anak-anak kita dari kejahatan yang bisa datang dari tempat yang paling tak terduga: rumahnya sendiri,” imbuhnya.
Di akhir penyampaiannya, Rijaluddin meminta agar aparat penegak hukum bertindak cepat dan profesional, tanpa toleransi, dan tanpa intervensi apa pun. Ia juga menyuarakan bahwa dalam kasus ini, tidak boleh ada kata damai atau penyelesaian kekeluargaan.
“Pelaku harus dihukum seberat-beratnya. Ini penting bukan hanya untuk memberikan keadilan kepada korban, tetapi juga sebagai pesan keras kepada semua pelaku kekerasan seksual: kalian tidak akan lolos,” tutupnya.
Forum tersebut diakhiri dengan pernyataan dukungan dari berbagai pihak untuk membentuk satuan tugas perlindungan anak dan perempuan di tingkat kabupaten, serta mendorong lahirnya regulasi yang lebih kuat di tingkat daerah guna mencegah kasus serupa terjadi kembali. (RED)