Perintah dari kemensos Untuk Melakukan Pendataan, Namun Pembangkangan di Lapangan’: Mafia Data PKH Timang Rasa Kian Terkuak, Dinsos Dituding Lemah!
ACEH TENGGARA – Sulaiman salah seorang warga desa timang rasa di kutacane 1/12/2025 menuturkan,Dugaan praktik “Data Mafia PKH” di desa timang rasa kini mencapai titik kritis. Setelah 70% penerima bansos diduga tidak layak.
perintah resmi Dinas Sosial (Dinsos) untuk segera melakukan prioritas ulang dan verifikasi data dilaporkan gagal total dieksekusi oleh aparatur desa. Kegagalan eksekusi ini memunculkan pertanyaan tajam: Apakah ini kelalaian birokrasi, atau bukti adanya niat jahat (mens rea) yang disengaja?
Pembangkangan Desa: Melanggengkan Keuntungan Ilegal
Dinsos Aceh Tenggara diketahui telah mengeluarkan instruksi untuk “prioritas ulang” data demi membersihkan nama-nama fiktif, “Sultan,” dan kerabat dekat yang diinput secara ilegal. Namun, sumber internal dan analisis lapangan menunjukkan bahwa perintah krusial ini diabaikan secara massal oleh Kepala Desa dan Operator Desa.
Analis menduga, pengabaian ini adalah upaya sistematis untuk:
Menghalangi Bukti: Jika pendataan ulang dilakukan, nama-nama ilegal akan terhapus, dan praktik manipulasi data akan terbongkar. Pembangkangan ini berfungsi sebagai penghalang proses hukum.
Melindungi Cuan: Kegagalan koreksi memastikan bahwa 80% penerima yang diduga tidak layak tetap menerima bantuan. Hal ini menjamin aliran dana ilegal terus berjalan, memperkuat dugaan adanya jaringan mafia data yang mengambil keuntungan dari dana publik.
Ini bukan lagi soal kelalaian. Ketika perintah atasan diabaikan untuk melindungi data yang salah, itu adalah pembangkangan yang berniat jahat,” ujar seorang pengamat tata kelola pemerintahan. “Secara pidana, ini bisa dikategorikan sebagai pembiaran berlanjutnya tindak pidana korupsi.
Dinsos dan Pendamping PKH Disorot: ‘Harimau Ompong’
Kelemahan terbesar terletak pada rantai pengawasan Dinsos. Perintah yang dikeluarkan tanpa mekanisme sanksi dan penindakan tegas membuat Dinsos dituding sebagai “harimau ompong.
Kepala Dinsos melalui Kanit Miskin, Darwin S.Sos, sebelumnya hanya menyarankan “pendataan yang benar.” Namun, pernyataan tersebut kini terasa seperti upaya melempar tanggung jawab, padahal kegagalan eksekusi terjadi di bawah komando mereka sendiri.
Selain itu, peran Pendamping PKH juga
dipertanyakan. Sebagai perpanjangan tangan Dinsos di lapangan, kegagalan mereka melaporkan pembangkangan desa menguatkan dugaan komplisitas atau kelalaian fatal dalam menjalankan tugas pengawasan.
Desakan Rakyat Timang Rasa: Verifikasi Ulang Harus Segera!
Di tengah kemelut birokrasi ini, suara masyarakat semakin nyaring. Masyarakat di Timang Rasa secara khusus menuntut agar verifikasi ulang data penerima bansos PKH segera dilakukan. Tuntutan ini sejalan dengan krisis data yang ada dan menjadi ujian transparansi bagi Pemerintah Daerah.
Kepala Desa yang menolak melakukan koreksi kini berada dalam posisi terpojok: Mereka telah melakukan pengkhianatan ganda, yakni manipulasi data awal dan penolakan koreksi, yang bertujuan melanggengkan kejahatan.
Tuntutan Akhir: APH Wajib Turun Tangan!
Dengan adanya dugaan niat jahat dan bukti pembangkangan yang kuat, kasus ini tidak bisa lagi diselesaikan hanya melalui prosedur administratif.
Mendesak APH (Aparat Penegak Hukum) harus segera masuk. Langkah yang dituntut adalah:
Penyitaan Data Forensik: APH harus segera menyita dan mengamankan data asli di Operator Desa dan sistem Dinsos sebelum bukti-bukti digital tersebut dimanipulasi.
Pemeriksaan Pidana: Kepala Desa dan Operator Desa harus diperiksa atas dugaan manipulasi data dan pembangkangan yang menyebabkan kerugian negara.(Aliasa)






































