BATU BARA — Tak hadiri undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi l DPRD Kabupaten Batu Bara, Ketua Komisi l DPRD Kabupaten Batu Bara skor RDP plasma perkebunan 20%. Selasa (18/11/2025).
Ketua Komisi l DPRD Kabupaten Batubara, Darius menjadwalkan RDP selanjutnya di gelar pada 1 Desember 2025.
PD Ikatan Wartawan Online (IWO) Kabupaten Batu Bara menilai para pimpinan perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak kooperatif dan tidak menghormati Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batu Bara. Hal itu diungkapkan Ketua PD IWO Kabupaten Batu Bara, Darmansyah.
Dikatakannya, undangan RDP terkait kewajiban perkebunan kelapa sawit menjalankan skema plasma 20 persen, resmi dilayangkan Komisi l DPRD Kabupaten Batubara kepada, pimpinan PT Socfindo Tanah Gambus, PT PP Lonsum Tbk, PT Kwala Gunung, dan PTPN lV, namun tak satupun pimpinan perusahaan tersebut yang hadir.
Ketua PD IWO Kabupaten Batu Bara yang akrab disapa Darman itu mengungkapkan, surat permohonan RDP kewajiban perusahaan perkebunan kelapa sawit mengeluarkan 20 % plasma dari luar HGU dilayangkan pada 10 Oktober 2025. Namun RDP hari di skor dan akan dilanjutkan pada 1 Desember 2025.
RDP ini bertujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat yang berdampingan langsung dengan perkebunan kelapa sawit yang ada di Kabupaten Batu Bara, ujarnya.
Dikatakan Darman, berdasarkan Permentan Nomor 18/2021 tentang fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar, serta Permen ATR Nomor 18/2016 tentang tata cara penetapan hak guna usaha (HGU),
Kalau menurut UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan pada Pasal 58–60: kewajiban perusahaan membangun kebun plasma minimal 20% dari total luas HGU.
Peraturan Menteri ATR/BPN No. 7 Tahun 2017 jo. No. 18 Tahun 2021, tentang HGU dan perpanjangannya.
Salah satu syarat perpanjangan HGU adalah tidak ada konflik sosial dan pemenuhan kewajiban kemitraan dengan masyarakat.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, jika wilayah masyarakat adat masuk desa administratif. Peraturan Menteri Pertanian No. 98/2013 dan No. 26/2007, tentang pedoman kemitraan perkebunan. Dan Putusan MK No. 138/PUU-XIII/2015 tentang pengakuan masyarakat adat dalam konteks agraria.
Namun hingga saat ini, seluruh perusahaan perkebunan sawit yang di Kabupaten Batu Bara belum ada yang menjalankan kewajiban skema plasma 20 persen sesuai UU maupun peraturan yang ada, tukas Darman.
Kita mendorong perusahaan agar menunaikan kewajiban tersebut, baik melalui penyediaan ruang areal maupun pendekatan produksi sesuai UU Nomor 39/2014 tentang Perkebunan dan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja, yang mewajibkan perusahaan memfasilitasi kebun masyarakat minimal 20 persen dari total area.
Menurut Darman, statmen Mentri ATR/BPN, Nusron Wahid sangat jelas, Kami akan tertibkan, kami akan wajibkan mereka (perusahaan perkebunan kelapa sawit) untuk mengalokasikan 20 persen untuk plasma, kalau masih bandel mohon maaf, dengan terpaksa dan kami tegas akan kami evaluasi dan akan kami cabut izin HGU nya, papanya.
Karena jika UU maupun Peraturan yang ada tidak dipatuhi, maka ada sanksi, diantaranya izin usaha perkebunan (IUP) bisa dicabut, bahkan HGU juga bisa dibatalkan, tegas Darman.
Kita juga meminta Dinas Pertanian bidang Perkebunan untuk mendata atau mengindentifikasi seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di Kabupaten Batu Bara, baik itu BUMN, PTPN dan Swasta, untuk diserahkan ke komisi i DPRD Batubara untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut.
Ketua komisi l DPRD Kabupaten Batu Bara, Darius mengungkapkan terimakasih kepada PD IWO Kabupaten Batu Bara yang telah membuka isu plasma, dan menunda atau men score hasil rapat dengar pendapat ini karena menilai undangan dari pihak perkebunan bukan pimpinan yang hadir, atau bukan yang bisa membuat keputusan.
RDP di score dan di tutup dengan penyerahan Position Paper kepada Ketua Komisi l DPRD Kabupaten Batu Bara.





































