Kejaksaan Agung Diminta Usut Keterlibatan Dirut MIND ID Terkait Dugaan Penambangan dan Penjualan Biji Timah Ilegal

Waspada Indonesia

- Redaksi

Kamis, 30 Mei 2024 - 20:38 WIB

50153 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

JAKARTA |  Lembaga Pemantau Pengelolaan dan Pendayagunaan Harta Negara (LP3HN) mendesak Kejaksaan Agung RI mengusut tuntas kasus dugaan penambangan dan penjualan timah ilegal yang melibatkan Direktur Utama PT MIND ID inisial HPS, Direktur PT Timah ADV dan pengusaha yang juga penasehat (advisor) Dirut Timah, EK alias Buyung, yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 700 miliar.

Dugaan penambangan dan penjualan timah ilegal melibatkan sebanyak 12 perusahaan yang mendapatkan surat perintah kerja (SPK) dari PT Timah selama tiga bulan Januari-Maret 2024.

“Modus Penambangan dan Penjualan Timah Ilegal Selama periode Januari-Februari 2024, PT Timah melakukan pembelian biji timah dari beberapa perusahaan pemegang SPK sebagaimana tercatat di dalam tabel diatas sebanyak 618,01 ton dengan harga Rp220 juta per ton atau sekitar Rp135,9 miliar, “kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) LP3HN Muchsin Abdullah, Kamis (30/5/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kemudian, sebut Muchsin, pada Maret PT Timah kembali membeli sebanyak 652,73 ton dengan harga Rp220 juta per ton atau Rp143,6 miliar. Total pengeluaran PT Timah selama Januari-Maret 2024 untuk membeli biji timah tersebut senilai Rp279,56 miliar.

“Asal usul sumber biji timah tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pembelian biji timah tersebut dilakukan atas perintah Dirut PT Timah ADV, setelah mendapat perintah lisan dari Kepala Satgas MIND ID inisial D yang mendapat mandat langsung dari HPS dirut MIND ID,” ucap Muchsin.

Muchsin menyebutkan, dalam SPK yang diperoleh EK dan kawan-kawan, bahwa biji timah yang diperoleh dari wilayah kerja pemegang SPK harus diserahkan ke PT Timah. Para pemegang SPK mendapat upah kerja secara persentase dengan besaran yang sudah disepakati dan tidak bersifat jual beli.

“Bahwa pembelian biji timah tersebut dilakukan karena para penambang mengatakan bahwa biji timah itu diambil di luar wilayah kerja sebagaimana disepakati dalam SPK. Setelah transaksi selesai, para penjual barang tidak bisa menjelaskan asal usul sumber biji timah yang dibeli tersebut. Diduga biji timah tersebut hasil dari area penambangan dalam IUP PT Timah,” terang Muchsin.

Baca Juga :  Terindikasi Kasus Korupsi, FKMP Laporkan Bupati Sambas Ke KPK RI

Muchsin menuturkan, hasil pemurnian biji timah batangan tersebut tidak dapat di jual di pasar resmi, karena ketidakjelasan asal asul biji timah. Para pelaku kemudian membuat dokumen palsu asal-usul barang dengan beberapa alasan, yaitu pertama adalah kemungkinan biji timah itu diperoleh dari area SPK maka polanya tidak jual-beli dan PT Timah hanya memberikan upah kerja, bukan melakukan jual-beli.

“Apabila dilakukan jula-beli dengan Timah, maka harga pembelian dari lokasi penambangan milik PT Timah sebesar Rp100 juta per ton,” ungkap Muchsin.

Muchsin menuturkan, diduga telah terjadi penggelembungan harga (mark-up) yang dilakukan Pt Timah dari harga pembelian yang seharusnya Rp100 juta per ton menjadi Rp 200 juta per ton. Selisih dari harga yang pembelian tersebut diduga masuk ke kantong pribadi HPS dan kelompok Edi Kodri.

“Patut diduga para perusahaan tersebut melakukan penambangan di wilayah hutan lindung secara ilegal yang berdampak kerugian negara secara ekologis dan hilangnya potensi penerimaan negara ratusan miliar rupiah,” tegas Muchsin.

Dalam kasus ini, terang Muchsin, PT Timah berperan sebagai fasilitator penambangan illegal, penadah biji timah illegal dan pengrusakan ekologis yang berujung kerugian negara. Akibat dari kegiatan ini, bahwa regulasi yang berlaku di perdagangan timah mewajibkan kejelasan asal usul barang sejak dari lokasi tambang sampai di proses pemurnian menjadi timah batangan. Apabila hal tersebut tidak dapat dibuktikan maka timah batangan tersebut tidak dapat di perdagangkan di pasar resmi.

Harga timah batangan sekitar US$ 34.000 per ton atau sekitar Rp550 juta per ton. Total biji timah yang ditambang perusahaan- perusahaan tersebut selama Januari-Maret 2024 sebanyak 1.270,74 ton atau sekitar Rp700 miliar. Sampai saat ini PT Timah tidak bisa menjual timah batangan tersebut karena ketidakjelasan asal-usul.

Baca Juga :  Meningkatkan Transparansi Anggaran: AMAK Indonesia Laporkan Dugaan Korupsi di Disdikbud Tasikmalaya

“Kami menduga para pelaku melakukan penjualan timah batangan tersebut secara ilegal dengan cara di seludupkan ke luar negeri dengan berbagai cara dengan mengubah bentuk batangan menjadi hasil seni ukir dan lainnya yang menimbulkan kerugian negara sekitar Rp700 miliar,” tandas Muchsin.

Muchsin mengungkapkan, kerugian PT Timah, kerugian keuangan sekitar Rp300 miliar dari pembelian biji timah yang tidak jelas asal usulnya. Kerugian pendapatan Rp400 miliar dari penjualan ilegal timah batangan yang tidak bisa dijual di pasar resmi.

Hancurnya nama baik PT Timah. Untuk itu, kami mendesak dan meminta Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas kasus ini. Meminta Kejaksaan Agung agar bekerjasama dengan BPK dan atau BPKP untuk mengaudit pembelian biji timah dan penjualan hasil pemurnian bulan Januari – Maret 2024 sebab diduga kuat terjadi pemalsuan dokumen.

“Memeriksa semua dokumen sumber barang dan SPK yang dikeluarkan oleh PT Timah.
Memeriksa semua pemilik Perusahaan penerima SPK yang merupakan kaki dan tangan kotor HPS untuk melakukan perampokan kekayaan Negara melalui PT Timah,” tutup Muchsin.

Dua belas perusahaan yang terlibat, CV Bangka Bintang Sembilan, CV Bintang Cipta Perkasa, CV Dua Enam Pratama, CV El Hana Mulia, CV Harapan Bumi Hijau, CV Tin Bintang Sembilan, CV Pulau Tin Resources, CV Selby Selumar, CV Try Putra Wijaya, CV Tri Selaras Jaya Kokartim dan CV Nizam Almer Timah Sejahtera.

Lanjut, CV Bintang Cipta Perkasa CV El Hana Mulia, CV Gasparindo, CV Harapan Bumi Hijau, CV Pulau Tin Resource, CV Selby Selumar, CV Tin Bintang Sembilan, CV Tri Putra Wijaya dan CV Tri Selaras Jaya Kokartim. (Tim/**)

Berita Terkait

Dispora Aceh Tenggara Diduga Gelapkan Anggaran 2024, Kegiatan Minim dan Realisasi Keuangan Buram
Pembangunan SPAL Desa Kute Terutung Kute Tahun Anggaran 2025 Sarat Masalah, TPK Tak Dilibatkan dan Dikerjakan Orang Luar
Kejagung Harus Telisik Diduga Ada Peran HR dan MRC Untuk Pengadaan Minyak Mentah Pertamina dengan BUMN Irak
Korupsi Korporasi Kelapa Sawit Akibatkan Multi Dimensional Impact
Meningkatkan Transparansi Anggaran: AMAK Indonesia Laporkan Dugaan Korupsi di Disdikbud Tasikmalaya
APH Diminta Periksa LPJ Dana Bos SDN 308 Tomale
Mantan Direktur Kilang Pertamina Buka Suara, Uraikan Takaran Ambisi Kilang 1 Juta Barel Menteri ESDM
Oknum Kepsek MIS Bambel Agara Diduga Tilep Dana Bos

Berita Terkait

Senin, 28 Juli 2025 - 15:25 WIB

MTQ 2025 Subulussalam Hadirkan Ruang Syiar, Prestasi, dan Penguatan Nilai Keislaman

Minggu, 27 Juli 2025 - 14:13 WIB

Mantan Pj Suka Makmur Klarifikasi Proyek Dana Desa, Pertanyakan Etika Pemberitaan

Senin, 7 Juli 2025 - 04:33 WIB

Perubahan Signifikan Bagi Warga Subulussalam Berkat Program Bedah Rumah Dandim Letkol Inf Un Wahyu Nugroho

Kamis, 26 Juni 2025 - 03:02 WIB

Ketua BPG Teladan Baru Beberkan Kejanggalan: Dana Direhab Mushalla Tanpa Rapat, Transparansi Dipertanyakan

Sabtu, 21 Juni 2025 - 19:13 WIB

Kades Bukit Alim di Ujung Tanduk: Kejaksaan Mengendus Aroma Korupsi Vs Program Titipan Berjamaah

Rabu, 11 Juni 2025 - 22:17 WIB

Dugaan Penyalahgunaan Jabatan Kasi PMD Longkib, Terima Uang dari Dana Desa Lewat Proyek APBDes Buatan Mantan Pendamping

Minggu, 1 Juni 2025 - 01:59 WIB

Wartawan SPJ Tuding Ketua AWNI Subulussalam ‘Sok Berpihak’ pada Pemerintah Desa, Fungsi Pengawasan Pers Diragukan

Sabtu, 31 Mei 2025 - 01:31 WIB

Isu Mendilam Memanas: Klarifikasi Pj Kades Dinilai Menyesatkan

Berita Terbaru

NAGAN RAYA

Kapolsek Seunagan Timur Terima Penghargaan Dari RAPI Nagan Raya

Sabtu, 23 Agu 2025 - 13:54 WIB