Kutacane, Waspada Indonesia | Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tenggara melaksanakan eksekusi cambuk terhadap lima terpidana kasus jarimah maisir atau perjudian, Rabu (27/8), di halaman kantor Kejari Kutacane. Eksekusi berlangsung terbuka dengan pengamanan aparat dan disaksikan sejumlah pejabat daerah serta masyarakat.
Kelima terpidana masing-masing berinisial IH, warga Desa Kuta Lingga, Kecamatan Bukit Tusam; HM, warga Desa Tanjung Leuser, Kecamatan Darul Hasanah; HO, warga Desa Perapat Hulu, Kecamatan Babusalam; FB, warga Desa Lawe Sumur, Kecamatan Lawe Sumur; dan KF, warga Desa Kuta Lingga, Kecamatan Bukit Tusam. Mereka terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 18 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara, Lilik Setiyawan, menyatakan bahwa hukuman cambuk merupakan pelaksanaan putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh Tenggara. Menurutnya, eksekusi telah memperhitungkan masa tahanan yang dijalani sebelumnya, sehingga hukuman badan ini menjadi tindak lanjut dari vonis pengadilan.
“Alhamdulillah, hari ini telah dilaksanakan eksekusi cambuk terhadap lima orang terpidana dengan lancar. Ini adalah bukti komitmen Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara untuk menegakkan hukum dan syariat Islam dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,” ujar Lilik Setiyawan.
Ia menegaskan, pelaksanaan uqubat cambuk tidak hanya bersifat represif, tetapi juga memiliki tujuan edukatif. Hukuman ini diharapkan memberikan efek jera sekaligus mengingatkan masyarakat agar tidak mengulangi perbuatan serupa. “Semoga eksekusi cambuk ini membuat para terpidana menyadari kesalahannya. Jika mengulangi, hukumannya bisa lebih berat lagi. Ini juga menjadi pelajaran bagi masyarakat luas untuk tidak terjerumus dalam perbuatan yang dilarang syariat,” ucapnya.
Aceh, sebagai satu-satunya provinsi dengan kewenangan menerapkan hukum jinayat, menempatkan jarimah maisir atau perjudian sebagai tindak pidana yang diancam hukuman cambuk, denda, maupun penjara. Sejak diberlakukannya Qanun Jinayat pada 2015, hukuman cambuk terus dijalankan di berbagai kabupaten/kota, termasuk Aceh Tenggara.
Meski pelaksanaannya kerap menuai sorotan, baik di tingkat nasional maupun internasional, pemerintah Aceh tetap memandang uqubat cambuk sebagai instrumen penting dalam menjaga ketertiban sosial dan moral masyarakat. Aparat penegak hukum menegaskan akan terus menjalankan putusan Mahkamah Syar’iyah sesuai aturan, dengan harapan masyarakat semakin sadar dan taat pada ketentuan syariat.
Laporan: Salihan Beruh







































