KUTACANE, WASPADA INDONESIA – Mencuatnya dugaan praktik upeti dana Pemberantasan Narkoba Desa di Kabupaten Aceh Tenggara telah memanaskan suasana di kalangan masyarakat setempat. Isu ini menjadi perbincangan hangat, menyusul sorotan tajam dari Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pemantau Kinerja Aparatur Negara (Penjara) Provinsi Aceh, Pajri Gegoh, yang mengungkap adanya dugaan keterlibatan oknum pejabat teras daerah, termasuk Camat Lawe Alas, dalam skandal penyelewengan dana tersebut. Tuduhan ini menambah panjang daftar kontroversi di wilayah yang dikenal dengan sebutan Bumi Sepakat Segenep, yang saat ini sedang berupaya keras memberantas peredaran narkotika.
Pajri Gegoh, dengan nada tegas, mengungkapkan bahwa dugaan upeti dana Pemberantasan Narkoba Desa senilai Rp6 juta per desa di Kecamatan Lawe Alas bukanlah isapan jempol belaka. Informasi ini, menurutnya, berasal dari sumber terpercaya di lapangan yang telah lama memantau pergerakan dana tersebut. “Pungutan ini diduga dilakukan oleh pihak kecamatan dengan dalih akan diserahkan ke pihak kabupaten. Namun, ke mana dana itu sebenarnya mengalir, itu yang menjadi pertanyaan besar,” ujar Pajri kepada awak media di Kutacane, Minggu (17/8/2025). Ia menegaskan, jika tuduhan ini terbukti, maka hal ini merupakan pengkhianatan besar terhadap komitmen Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara yang gencar menyuarakan perang melawan narkoba.
Kabupaten Aceh Tenggara, di bawah kepemimpinan Bupati HM Salim Fakhry, memang tengah menggalakkan program pemberantasan narkoba hingga ke tingkat desa. Rapat pembahasan payung hukum pemberantasan narkoba yang digelar pada April 2025 di ruang rapat Wakil Bupati, dihadiri oleh Sekda Yusrizal, asisten, kepala OPD, dan 15 dari 16 camat, menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam memerangi peredaran narkotika. Bupati bahkan dengan tegas memperingatkan camat yang absen dari rapat tersebut, menyinggung kemungkinan pemberhentian bagi mereka yang tidak mendukung agenda ini. Namun, tuduhan upeti dana ini justru mencoreng komitmen tersebut, memunculkan kecurigaan bahwa niat mulia pemberantasan narkoba justru dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi segelintir oknum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sumber LSM Penjara menyebutkan, dana Pemberantasan Narkoba Desa yang dialokasikan sebesar Rp15 juta per desa untuk 385 desa di Aceh Tenggara diduga telah dipangkas hingga Rp6 juta per desa di 16 kecamatan, termasuk Kecamatan Lawe Alas. “Ini bukan sekadar isu, tapi sudah ada indikasi kuat. Dana yang seharusnya digunakan untuk melindungi generasi muda dari bahaya narkoba malah diduga diselewengkan. Ini ironis, di saat bupati dan polres berjuang mati-matian, ada oknum yang justru bermain di belakang layar,” ungkap Pajri dengan nada geram. Ia menambahkan, LSM Penjara sedang mengumpulkan bukti-bukti tambahan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum, dengan harapan aparat penegak hukum segera bertindak.
Sementara itu, Camat Lawe Alas, Salamudin, yang namanya terseret dalam pusaran dugaan ini, hingga kini belum memberikan klarifikasi resmi. Awak media berulang kali berusaha menghubungi yang bersangkutan melalui pesan WhatsApp pada Minggu (17/8/2025), namun hanya mendapat tanda centang dua tanpa balasan. Ketidakhadiran respons dari Salamudin semakin memperkuat spekulasi di kalangan masyarakat bahwa ada sesuatu yang coba ditutup-tutupi. “Jika Camat tidak terlibat, seharusnya dia berani memberikan penjelasan terbuka. Diamnya justru membuat publik semakin curiga,” kata seorang warga Lawe Alas yang enggan disebutkan namanya.
Skandal ini bukanlah yang pertama kali mencuat di Aceh Tenggara. Wilayah ini juga sedang dihadapkan pada sejumlah kasus dugaan korupsi dana desa, seperti yang terjadi di Desa Jongar Asli dan Lawe Tawakh, yang kini telah naik ke tahap penyidikan oleh Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara. Sorotan terhadap pengelolaan dana desa yang buruk ini semakin memperumit upaya pemerintah daerah untuk menjaga kepercayaan publik. “Isu penyelewengan dana desa seolah lebih gencar ketimbang isu narkoba itu sendiri. Ini menunjukkan betapa lemahnya pengawasan di tingkat kecamatan dan kabupaten,” ujar Zoel Kanedi, Ketua LSM Kaliber Aceh, dalam pernyataan terpisah.
Di sisi lain, komitmen pemberantasan narkoba di Aceh Tenggara sejatinya telah menunjukkan hasil. Satresnarkoba Polres Aceh Tenggara, di bawah komando Kapolres AKBP Yulhendri, telah berhasil mengungkap puluhan kasus narkotika, termasuk penangkapan seorang pria berinisial E di Desa Ngkeran, Kecamatan Lawe Alas, pada Juli 2025, dengan barang bukti sabu seberat 3,14 gram. Bupati Salim Fakhry juga telah menggandeng DPR RI dan Forkopimda untuk membentuk tim pemberantasan narkoba di setiap wilayah. Namun, dugaan upeti ini bagaikan duri dalam daging, mengancam integritas program yang telah dirancang dengan susah payah.
LSM Penjara mendesak Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara untuk segera mengusut tuntas dugaan ini. “Kami tidak akan tinggal diam. Jika ada oknum, baik di level kecamatan maupun kabupaten, yang terlibat, mereka harus dihukum setimpal. Dana pemberantasan narkoba adalah amanah untuk menyelamatkan generasi, bukan untuk memperkaya diri,” tegas Pajri. Ia juga mengajak masyarakat untuk turut mengawasi dan melaporkan setiap indikasi penyelewengan, mengingat peran aktif warga menjadi kunci dalam memberantas korupsi dan narkoba di wilayah ini.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara terkait tuduhan ini. Namun, tekanan publik semakin meningkat, menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana pemberantasan narkoba. Jika tidak segera ditangani, skandal ini berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah dan melemahkan upaya pemberantasan narkoba yang telah menjadi prioritas.
(Laporan Salihan Beruh)